Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jadi Korban Mom-Shaming, Hanya 23 Persen Ibu di Indonesia yang Melawan

Kompas.com - 02/07/2024, 19:41 WIB
Nabilla Ramadhian,
Nabilla Tashandra

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Fenomena mom-shaming tidak hanya terjadi di luar negeri, tetapi juga di Indonesia. Bahkan, 72 persen atau tujuh dari 10 ibu di Indonesia mengalaminya.

Temuan ini berdasarkan studi terbaru Health Collaborative Center (HCC) yang berlangsung sejak Maret 2024 dan melibatkan 892 ibu di Indonesia sebagai responden.

Masing-masing partisipan cukup beragam perihal pendidikan terakhir, usia, pekerjaan, status pernikahan, dan jumlah anak.

Baca juga:

Ketua HCC Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH. menuturkan, hanya sedikit dari ratusan responden yang berani melawan mom-shaming.

“Ini potret yang menyedihkan. Ternyata, cuma 23 persen yang memutuskan untuk melawan,” kata dia di Jakarta, Senin (1/7/2024).

Mom-shaming adalah tindakan mengkritik atau mempermalukan seorang ibu terkait cara dia membesarkan anaknya.

Biasanya, kritik yang dituturkan tidak membangun dan justru berdampak pada kesehatan fisik dan mental ibu.

Umumnya, responden yang berani melawan akan menegaskan bahwa tindakan mengasuh anak bukan hanya dilakukan dirinya seorang, tetapi juga melibatkan orang lain.

Baca juga: Lebih dari 70 Persen Ibu di Indonesia Alami Mom Shaming, Ini Faktanya

Dalam sebuah keluarga, seorang anak sepatutnya diasuh juga oleh ayahnya, serta bapak dan ibu mertua jika mereka tinggal serumah.

“Sebaliknya, 60 persen atau enam dari 10 ibu malah "termakan". “Ya sudah deh, mungkin kritik orang itu benar. Ya sudah, saya ganti pola makan anak”. Jadi, dia mengganti (pola asuh), meng-entertaint mom-shaming. Padahal ini salah banget, tidak boleh. Mom-shaming jangan diikutin,” tutur Ray.

Di sisi lain, ada 11 persen dari ratusan responden yang melakukan call for action atau mencari bantuan, baik dengan konselor maupun pihak keluarga.

Menurut Ray, mencari bantuan berpengaruh terhadap cara seorang ibu menyikapi tindakan mom-shaming yang diterimanya.

"Bila seorang ibu yang mengalami mom-shaming mendapat bantuan konseling, maka dua kali lebih besar untuk berani melawan dan tidak terpengaruh mom-shaming,” jelas dia.

Namun, jika mereka tidak mendapat bantuan, seorang ibu memiliki tiga kali lebih besar peluang untuk kompensasi dengan melakukan mom-shaming ke sesama ibu.

“Dari 72 persen, yang konsultasi cuma 11 persen. Mom-shaming ini sudah memporak-porandakan sistem proteksi ibu di Indonesia. Kenapa? Karena satu, dia dapatnya (mom-shaming) dari tempat tingal, yang seharusnya menjadi pelindung dia,” Ray berujar.

Baca juga:

“Kemudian, boro-boro minta bantuan. Dia malah kemakan sampai mengubah pola perilaku, dan malah sedikit yang melawan. Idealnya, (dalam) adaptasi perilaku mom-shaming, dia harus melawan. Entah meminta bantuan, atau melawan,” lanjut dia.

 
 
 
Sieh dir diesen Beitrag auf Instagram an
 
 
 

Ein Beitrag geteilt von KOMPAS Lifestyle (@kompas.lifestyle)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com