Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenali Mom-Shaming, Fenomena yang Terjadi pada Ibu di Indonesia

Kompas.com - 02/07/2024, 11:11 WIB
Nabilla Ramadhian,
Wisnubrata

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com – Menjadi seorang ibu adalah tugas yang cukup menantang. Banyak tuntutan yang dilayangkan masyarakat terhadap sosok ibu, seperti cara mereka mengasuh anak “sesuai standar”.

Walhasil, “kritik” yang sering kali tidak membangun itu justru memengaruhi kesehatan fisik dan mental seorang ibu. Pada akhirnya, itu memengaruhi pola pengasuhan ibu terhadap anaknya.

Ketua Health Collaborative Center (HCC) Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH mengatakan, istilah yang merangkum fenomena ini adalah mom-shaming.

Apa itu mom-shaming?

“Istilah mom-shaming ini fenomena psikologis yang terjadi di lingkungan komunitas. Mom-shaming ini merujuk pada tindakan mengkritik atau mempermalukan seorang ibu terkait cara dia membesarkan anaknya,” ungkap Ray di Jakarta, Senin (1/7/2024).

Dengan kata lain, mom-shaming bukanlah tindakan yang mengacu pada perempuan secara umum, tetapi perempuan yang berkaitan langsung dengan peran ibu.

Singkatnya, tindakan mom-shaming ditujukan pada perempuan yang berstatus sebagai seorang ibu.

Baca juga: 7 dari 10 Ibu di Indonesia Alami Mom-Shaming, Pelaku Sering dari Keluarga

Pandemi terselubung

Menurut Ray, mom-shaming adalah pandemi terselubung. Sebab, fenomena ini tidak terjadi pada satu atau dua ibu di Indonesia saja.

Berdasarkan studi terbaru dari HCC, angka kejadian mom-shaming di Indonesia mencapai 72 persen. Artinya, tujuh dari 10 ibu di Indonesia mengalami mom-shaming. Sebagian besar dialami oleh ibu dari keluarga dan orang terdekat.

Studi yang berlangsung sejak Maret 2024 ini mengajak 892 ibu di Indonesia sebagai responden. Masing-masing partisipan cukup beragam perihal pendidikan terakhir, usia, pekerjaan, status pernikahan, dan jumlah anak.

Ray melanjutkan, pandemi terselubung ini menimbulkan banyak dampak yang cukup parah bagi para ibu yang mengalaminya.

“Dampaknya tidak hanya psikologis dan mental, tetapi dampak fisik. Mom-shaming itu spesifik banget. Mengkritik atau menghina cara seorang ibu dalam membesarkan anaknya. Jadi, ibu yang kena mom-shaming adalah ibu yang merasa dihukum karena tidak benar dalam memperlakukan anaknya,” ucap dia.

“Tapi, stigma dihukum belum tentu benar. Fenomena mom-shaming itu tidak bagus. Kenapa? Karena kritik tanpa bukti, kritik subyektif, dan cenderung menghina,” terang Ray.

Sejatinya, seorang ibu tidak boleh dihina perihal pola pengasuhannya. Sebaliknya, ibu seharusnya didukung.

Sebab, apa yang dirasa “kurang baik” oleh para pelaku atau aktor mom-shaming belum tentu benar.

“Ingat, it takes a village to raise a child. Jadi, satu anak itu bukan cuma tanggung jawab ibu. Seharusnya tetangga, komunitas, punya peran yang berbeda-beda,” pungkas Ray.

Baca juga: Lebih dari 70 Persen Ibu di Indonesia Alami Mom Shaming, Ini Faktanya

 
 
 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

A post shared by KOMPAS Lifestyle (@kompas.lifestyle)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com