Media sosial dan platform online menghadirkan ribuan narasi gaya hidup, dari karier global hingga pola relasi modern.
Aplikasi kencan seperti Tinder, Bumble, atau Tantan membuat proses perkenalan lebih cepat dan hubungan lebih fleksibel, sehingga komitmen tidak lagi dipahami secara kaku.
Baca juga: Radiasi dan Krisis Kejujuran
Contohnya, makin banyak pasangan muda di kota besar yang memilih tinggal bersama sebelum menikah, meski praktik ini masih dipandang tabu oleh sebagian masyarakat.
Nilai-nilai tradisional pun perlahan bergeser. Hidup melajang tidak lagi dianggap menyimpang. Banyak orang muda yang justru memprioritaskan perkembangan diri, pengalaman global, atau kebebasan memilih arah hidup dibanding memenuhi ekspektasi budaya lama.
Pilihan untuk tidak menikah sesungguhnya membawa implikasi sosial yang besar. Penurunan angka pernikahan dalam beberapa tahun terakhir, telah memengaruhi struktur demografi nasional, terutama melalui menurunnya angka kelahiran.
Kondisi ini membuat Indonesia berpotensi mengalami percepatan penuaan penduduk, pola yang sebelumnya terjadi di Korea Selatan dan Jepang.
Data BPS 2024 menunjukkan bahwa meskipun jumlah penduduk usia produktif terus meningkat, jumlah pernikahan justru menurun secara signifikan.
Jika tren ini berlanjut, keunggulan bonus demografi yang selama ini menjadi modal pembangunan bisa menyusut lebih cepat.
Karena itu, negara perlu menyiapkan kebijakan yang mampu menjaga stabilitas komposisi penduduk, baik melalui dukungan keluarga muda maupun strategi jangka panjang untuk mengimbangi perubahan pola hidup masyarakat.
Meskipun sering disalahpahami, keputusan untuk melajang tidak selalu mencerminkan kegagalan berelasi. Individu modern semakin terdorong menjadi agentic, yakni mengatur hidup berdasarkan kapasitas diri dan tujuan personal.
Karena itu, masa melajang dipakai banyak orang sebagai fase investasi diri. Laporan gaya hidup urban 2025 menunjukkan semakin banyak profesional muda yang mengikuti kursus daring, membangun portofolio kreatif, atau memperluas jejaring global tanpa tekanan membagi waktu dengan pasangan.
Figur publik seperti Marshanda, yang aktif mendalami berbagai pelatihan pemulihan diri, maupun seniman Heri Dono yang konsisten memilih ruang hidup soliter untuk menjaga fokus berkarya di kancah internasional (Kompas, 16/11/2025), memperlihatkan bahwa hidup melajang dapat menjadi strategi pengembangan diri yang rasional.
Contoh-contoh ini menegaskan bahwa pilihan melajang bukan sekadar status sosial, tetapi bentuk pencarian makna, otonomi, dan aktualisasi yang sah dalam masyarakat modern.
Baca juga: Kursi Besi, Bom Rakitan, dan Sekolah Nir-Empati
Keputusan untuk menikah atau tetap melajang kembali pada otonomi moral setiap individu. Pilihan hidup bukanlah sekadar kepatuhan pada norma tradisi, melainkan usaha manusia merespons perubahan sosial dan tekanan zaman dengan kesadaran diri.
Meningkatnya biaya hidup, tuntutan karier, serta dinamika relasi modern membuat sebagian orang memilih jalan berbeda tanpa harus menentang agama atau budaya.
Keputusan yang baik lahir dari refleksi mendalam tentang makna kebahagiaan dan tanggung jawab pribadi.
Karena itu, masyarakat perlu memberi ruang bagi setiap orang untuk menentukan arah hidupnya sendiri.
Baik menikah maupun melajang sama-sama memerlukan kesiapan batin, kejujuran terhadap diri, dan komitmen untuk hidup secara autentik.
Yang terpenting adalah memastikan pilihan itu diambil dengan kesadaran penuh, tanpa paksaan, dan dengan rasa hormat terhadap diri sendiri maupun orang lain.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Ikuti terus update topik ini dan notifikasi penting di Aplikasi KOMPAS.com. Download sekarang