Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Dari Mengkudu hingga Indigo, Sumber Pewarna Alami di Balik Cantiknya Ulos Batak

Kompas.com, 6 Desember 2025, 17:05 WIB
Aliyah Shifa Rifai,
Bestari Kumala Dewi

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Pewarnaan alam menjadi salah satu tahap penting dalam pembuatan ulos Batak. 

Di balik satu helai kain yang tampak sederhana, terdapat rangkaian proses yang panjang, mulai dari riset warna hingga pengolahan bahan baku yang bisa berlangsung hingga berbulan-bulan.

CEO Tobatenun, Kerri Na Basaria Pandjaitan, menjelaskan bahwa pewarnaan alam bukan hanya tentang memilih tumbuhan, tetapi juga memahami karakter masing-masing bahan.

“Ini kalau yang ini spesifiknya 1,5 bulan. Tapi research, development, dan juga pewarnaannya itu bisa lebih lama lagi,” ujarnya usai acara MAULIATE, di Sopo Del Tower, Jakarta Selatan, Kamis (4/12/2025). 

Baca juga: Lebih dari Sekadar Kain, Makna dan Warisan Tenun Biboki dari NTT

Sumber warna ulos yang berasal dari alam

Warna ulos tradisional berasal dari berbagai tumbuhan yang sejak lama digunakan para penenun.

Setiap bahan memberikan karakter warna yang berbeda, sehingga pemilihannya tidak dapat dilakukan sembarangan. 

“Kalau pewarnaannya kan alam. Merah itu mengkudu, kuning kunyit. Biru indigo, abu-abu bisa dari ketapang. Terus ungu bisa dari secang, macam-macam sih,” jelas Kerri.

Setiap bahan juga memiliki tantangannya sendiri. Mengkudu misalnya, harus dibiarkan terlebih dulu hingga pigmennya benar-benar keluar. 

Baca juga: Tenun, Suara Perempuan yang Jadi Wajah Perlawanan Kebudayaan di NTT

Di samping itu, indigo memerlukan pencelupan berulang, warna birunya akan muncul sedikit demi sedikit setiap kali kain diangkat dari larutan dan terkena udara.

Sementara kunyit dikenal cepat memudar, sehingga membutuhkan perlakuan ekstra agar warna lebih bertahan lama.

Lebih lanjut Kerri menambahkan, proses eksplorasi warna baru masih terus berlangsung. Hingga kini, ia dan Tobatenun telah berhasil membuat lebih dari 30 warna berbahan alam, 19 di antaranya menjadi fokus pengembangan untuk saat ini.

Baca juga: 6 Tantangan Melestarikan Tenun Batak ke Generasi Muda Menurut TobaTenun

Ketika warna dari alam mengundang kekaguman

Meski memiliki keterbatasan tertentu, warna dari bahan alam sering kali menghasilkan kejutan visual. 

Banyak orang tidak menyangka bahwa warna ulos yang tampil kuat atau pekat berasal sepenuhnya dari bahan-bahan alami.

Kerri mengakui, reaksi semacam itu cukup sering ia temui. Banyak yang meragukan apakah warna tersebut benar-benar berasal dari alam karena tampilannya terlihat begitu matang.

Baca juga: Menjaga Tradisi, Membuka Inovasi: Cara Ulos Dekat dengan Generasi Muda

“Kadang-kadang orang suka melihat, ‘ini beneran warna alam?',” cerita Kerri.

Halaman:


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau