Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 26/04/2017, 07:18 WIB
Lusia Kus Anna

Penulis

KOMPAS.com - Menjaga perilaku di media sosial sangatlah penting. Sebab, manajer HRD atau headhunter yang akan merekrut kita juga mengamati aktivitas calon karyawannya di media sosial.

Walau akun media sosial kita bersifat pribadi, tetapi apa yang kita posting bisa memengaruhi diterima tidaknya kita di kantor yang diincar. Ini karena perilaku kita di media sosial bisa memberi banyak gambaran kepribadian di luar CV yang kita buat.

Menurut survei yang dilakukan oleh rawhide.org, situs pengembangan potensi remaja, jumlah perekrut karyawan yang mencari tahu profil calon karyawannya melalui media sosial naik sampai 500 persen dalam satu dekade terakhir.

Jenis industri yang mempertimbangkan profil kandidat melalui media sosial antara lain IT (76 persen), sales (65 persen), jasa keuangan (61 persen), kesehatan (59 persen), retail (59 persen), manufaktur (56 persen), serta profesional dan bisnis (55 persen).

Sementara itu, media sosial yang sering dilihat para perekrut antara lain LinkedIn (94 persen), Facebook (66 persen), dan Twitter (52 persen).

Apa saja yang dicari perekrut dari media sosial tersebut? Yang utama adalah cocok tidaknya kepribadian calon karyawan dengan budaya kerja di perusahaan tersebut, pengalaman kerja, jaringan atau pertemanannya, serta kemampuan berkomunikasi.

Situs CareerBuilder.com pernah melakukan survei tahun 2013 terhadap 2.300 manager dan profesional HRD untuk mengetahui bagaimana mereka menggunakan media sosial dalam proses seleksi karyawan.

Thinkstock Ilustrasi penggunaan gadget.
Sebanyak 37 persen perekrut menggunakan media sosial untuk menyaring kandidat potensial. Mereka mengevaluasi karakter dan kepribadian dari apa yang kita posting dan bagikan di media sosial.

Selain itu, sebagian perekrut (34 persen) juga mengamati jejak kita di media sosial untuk "mencari alasan tidak merekrut". Misalnya saja foto yang tidak layak ditampilkan publik atau informasi tertentu yang sifatnya provokatif, bahkan hoax.

Sebanyak 45 persen menjawab mereka tidak ingin merekrut kandidat yang terbukti punya kebiasaan mabuk atau memakai obat terlarang.

Alasan lain kandidat yang tidak diterima adalah jika kemampuan komunikasinya buruk, membuat komentar diskriminatif terkait ras, agama, atau jenis kelamin, serta berbohong tentang kualifikasinya.

"Bila Anda ingin mempublikasi sesuatu di media sosial, pastikan itu menguntungkan bagi Anda. Hindari sesuatu yang bisa dilihat perekrut karyawan sebagai hal yang tidak profesional. Tonjolkan kualifikasi Anda secara positif," kata Rosemary Haefnar, wakil presiden bagian SDM di CareerBuilder.

Kabar baiknya, para manajer HRD tidak hanya mengawasi akun media sosial kita untuk mencari "dosa-dosa", tetapi juga hal yang memberi nilai lebih.

Dalam survei terungkap, 29 persen manajer HRD mengatakan mereka tertarik dengan kandidat yang menunjukkan ia kreatif serta punya kemampuan komunikasi yang baik.

Nah, tunggu apalagi, jika ingin peluang Anda diterima kerja di kantor impian lebih besar, segera "bersihkan" linimasa media sosial Anda untuk memberi citra yang positif.

Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com