Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 18/10/2017, 06:17 WIB
Kahfi Dirga Cahya

Penulis

JAKARTA, KOMPAS.com – Gesekan antara generasi di dunia kerja bukan perkara mudah diselesaikan, seperti yang terjadi antara generasi X (1965-1985) dengan generasi Y atau biasa disebut milenial (1986-2000).

Padahal, dunia kerja saat ini didominasi oleh dua generasi tersebut, di mana menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah angkatan kerja generasi X sebesar 69.003.270; sedangkan generasi milenial dengan jumlah angkatan kerja sebesar 62.570.920.

Gesekan itu disebabkan beberapa hal, seperti pandangan negatif antara generasi. Misalnya generasi milenial kerap disebut terlalu bebas, berambisi besar, namun malas. Citra tersebut sebenarnya merupakan kesalahpahaman pandangan antar generasi semata. Bila tak diselesaikan, persoalan tersebut beresiko mengganggu, karena sebagian besar milenial akan angkat kaki dari perusahaan.

Menurut National Marketing Director Dale Carnegie Indonesia Joshua Siregar, milenial memiliki ciri khas pekerjaan yang didambakan, yakni yang berkaitan dengan perkembangan teknologi, pengembangan kreativitas, kesempatan mengeluarkan ide, hingga bisa berkontribusi ke masyarakat secara langsung.

Joshua membeberkan, ciri pekerjaan yang didambakan generasi milenial saat ini tidak bisa dilepaskan dari perkembangan teknologi, sehingga bila pekerjaan tersebut jauh dari teknologi maka kurang diminati.

Namun dambaan itu bisa menjadi bumerang. Sebab, bukan perkara mudah untuk merealisasikan keinginan tersebut di perusahaan-perusahaan saat ini.

Oleh karena itu, Joshua mengatakan perlu perubahan kultur perusahaan yang mencakup tiga hal yang sesuai dengan karakteristik milenial di dunia kerja.

Langkah pertama perusahaan agar cocok untuk generasi milenial adalah menyesuaikan kebijakan dan prosedur. Misalnya kebijakan jam kerja formal yang kurang cocok bagi pekerja milenial yang menyukai kebebasan. Juga benefit yang diberikan perusahaan karena kebanyakan milenial lebih suka mendapat bonus tunai dibandingkan fasilitas seperti mobil perusahaan dan fasilitas rumah.

"Nah ini yang perlu diseuaikan, tapi tetap sejalan dengan generasi X. Intinya sistem bisa merangkul kebutuhan antara kedua generasi," kata Joshua di The Akmani Hotel, Menteng, Jakarta Pusat, Selasa (17/10/2017).

Langkah kedua adalah dengan meningkatkan kualitas dan kapabilitas milenial. Sebab, keinginan milenial untuk diakui cukup besar. Atasan bisa sering memberikan saran hingga arahan yang berujung dengan rasa terhubung oleh milenial terhadap generasi di atasnya.

"Dengan training development bisa lebih banyak menarik milenial, sekaligus mempersiapkan milenial ini untuk duduk pada posisi depan nanti," ujar Joshua.

Hal ketiga yang bisa dilakukan perusahaan adalah dengan mengubah budaya komunikasi. Komunikasi dua arah penting untuk dilakukan dalam perusahaan. Menurut Joshua, selama ini generasi X menganggap pola komunikasi generasi milenial kurang responsif, egois dan susah diatur. Joshua mengingatkan bahwa isu komunikasi terjadi ketika yang lebih tua punya apriori terhadap yang lebih muda, begitu juga sebaliknya

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com