KOMPAS.com - Trauma masa kecil adalah peristiwa yang dialami seseorang anak yang menimbulkan rasa takut.
Umumnya bentuknya berupa kekerasan, hal yang berbahaya, atau mengancam jiwa meskipun ada banyak pengalaman berbeda lain yang bisa memicu hal yang sama.
Contohnya pelecehan, kecelakaan, kehilangan orang yang disayangi, menjadi korban bullying atau stres karena tinggal di lingkungan yang tidak nyaman juga bisa memicu efek yang sama.
Trauma masa kecil tidak harus melibatkan pengalaman secara langsung pada anak.
Menyaksikan orang yang dicintai mengalami pengalaman buruk atau paparan media penuh kekerasan juga bisa menimbulkan trauma.
Di sisi lain, sebuah pengalaman yang mengecewakan tidak selalu menjadikannya traumatis meskipun pasti berdampak pada kepribadiannya.
Trauma masa kecil bisa bertahan lama pada fisik dan psikis seseorang hingga usia dewasa.
Pasalnya, peristiwa traumatis dapat memengaruhi bagaimana otak anak berkembang yang dapat memiliki konsekuensi seumur hidup secara fisik, mental, dan sosial.
Misalnya:
Ketika memiliki trauma masa kecil yang memicu stres maka sistem kekebalan dan saraf pusat kita akan terganggu.
Akibatnya, sulit untuk mencapai potensi optimal dari diri kita karena masalah fisik tersebut.
Baca juga: 8 Langkah Healing untuk Hilangkan Trauma Masa Kecil
Sebuah studi tahun 2015 yang diterbitkan dalam American Journal of Preventive Medicine melaporkan, semakin banyak pengalaman buruk yang dialami seorang anak, semakin tinggi risiko penyakit kronisnya di kemudian hari.
Secara khusus, studi tersebut mencatat bahwa paparan trauma berulang meningkatkan risiko perkembangan anak:
Riset tahun 2019 menambahkan jika trauma masa kecil juga meningkatkan risiko penyakit autoimun, penyakit paru, penyakit kardiovaskular, dan kanker di masa dewasa.
Trauma masa kecil juga dapat berdampak pada kesehatan mental dan psikologis seseorang, misalnya: