"Gue pengen lebih rajin berolahraga!"
"Aku sih pengen ningkatin kualitas ibadah."
"Saya bersumpah ingin menghentikan kebiasaan merokok!"
SAYA yakin Anda tidak asing mendengar sejumlah resolusi seperti di atas. Pasalnya, awal tahun baru adalah waktu yang tepat untuk membuka lembaran baru, yang mungkin menjadi alasan mengapa begitu banyak orang membuat resolusi Tahun Baru.
Tahun Baru memang sering kali terasa seperti awal baru dan kesempatan besar untuk mengubah kebiasaan buruk dan membangun rutinitas baru yang akan membantu kita tumbuh secara psikologis, emosional, sosial, fisik, atau intelektual.
Tentu saja, resolusi jauh lebih mudah dibuat daripada ditepati, dan pada akhir Maret, banyak dari kita yang telah meninggalkan resolusi dan kembali ke pola lama.
Salah satu masalahnya mungkin karena kita tidak tahu bagaimana cara menepati resolusi Tahun Baru, terlepas dari niat baik kita.
Mengapa jutaan orang bertekad untuk berubah setiap awal tahun? Serangkaian penelitian tentang apa yang disebut oleh para peneliti sebagai "efek awal yang baru" telah mengamati bagaimana penanda waktu dapat memotivasi perilaku aspiratif.
Tahun Baru terasa seperti awal yang baru, itulah sebabnya mengapa begitu banyak orang sering menetapkan resolusi yang tinggi pada masa-masa ini.
Meskipun kebiasaan ini terkadang membuat orang menggigit lebih banyak daripada yang bisa dikunyah, mengejar resolusi juga dapat menghadirkan peluang besar untuk mengatasi kesulitan dengan kemauan, tekad, dan kecerdikan.
Persepsi tentang keberhasilan resolusi ini bervariasi. Berdasarkan temuan penelitian yang dilakukan oleh Richard Wiseman terhadap 3000 orang, hanya sekitar 12 persen orang yang membuat resolusi Tahun Baru merasa bahwa mereka berhasil mencapai tujuan mereka.
Beberapa resolusi yang paling sering dibuat oleh kebanyakan orang adalah menurunkan berat badan, menjalankan pola makan lebih sehat, berolahraga secara teratur, mengelola keuangan lebih baik, berhenti merokok, bekerja lebih giat, hingga menghabiskan lebih banyak waktu dengan keluarga.
Meskipun banyak orang merasa bahwa mereka tidak mencapai tujuan resolusi mereka, penelitian yang dilakukan oleh Norcross dan rekan-rekannya menunjukkan mereka yang membuat resolusi Tahun Baru memiliki kemungkinan 10 kali lebih besar untuk benar-benar mengubah perilaku mereka dibandingkan mereka yang tidak membuat target tahunan ini.
Jadi, berapa lama resolusi dapat bertahan?
Meskipun sebagian besar survei menunjukkan bahwa mayoritas orang tidak bertahan lama dengan resolusi Tahun Baru mereka, penelitian yang dilakukan oleh Carlbring dan rekan-rekannya pada tahun 2020 menemukan bahwa 55 persen peserta menganggap diri mereka berhasil mempertahankan resolusi setelah satu tahun.
Dalam studi tersebut, para peneliti menemukan bahwa orang-orang lebih berhasil dalam mempertahankan tujuan yang berorientasi pada pendekatan (seperti mengubah kebiasaan makan atau tidur) daripada tujuan yang berorientasi pada penghindaran (yang dimotivasi oleh keinginan untuk menghindari sesuatu).
Meskipun resolusi tidak selalu bertahan, bukan berarti resolusi tidak layak untuk dibuat. Survei yang dilakukan oleh YouGov menemukan bahwa orang-orang yang berencana membuat resolusi Tahun Baru lebih optimistis tentang masa depan.
Jadi, apa yang dapat kita lakukan untuk meningkatkan kemungkinan menepati resolusi Tahun Baru 2024? Berikut sejumlah strategi yang dapat kita coba.
Pertama, memiliki purpose yang kuat. Resolusi yang didasarkan pada tujuan pada dasarnya memotivasi. Komitmen dan nilai-nilai yang mendalam ini melampaui keinginan di permukaan.
Motivasi intrinsik yang melekat pada resolusi yang memiliki tujuan sangat penting untuk mengatasi rintangan dan bertahan, bahkan ketika tantangan muncul.
Resolusi yang terarah bersifat otentik. Resolusi tersebut mencerminkan aspirasi kita dan memungkinkan kita untuk menolak tekanan eksternal atau tren sesaat.
Keaslian itu membuat resolusi tersebut lebih beresonansi dan melekat di zaman yang penuh dengan distraksi ini.