Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 17/03/2024, 09:40 WIB
Ulfa Arieza

Penulis

KOMPAS.com - Mengasuh anak membutuhkan kesabaran dari orangtua. Terkadang, ada perilaku anak yang memancing emosi orangtua sehingga memarahi anak

Namun, apakah boleh orangtua sesekali memarahi anak? Simak ulasannya berikut ini dihimpun Kompas.com dari psikolog. 

Baca juga:

Apakah boleh orangtua sesekali memarahi anak

Psikolog Samanta Elsener menuturkan, orangtua boleh sesekali memarahi anak. Dengan catatan, tidak menggunakan cara-cara yang dapat melukai hati anak, seperti teriakan dan kekerasan. 

“Orangtua boleh memarahi anak sesekali dengan nada yang tidak melengking dan tidak menggunakan kekerasan,” terangnya saat dikonfirmasi Kompas.com, dikutip Minggu (16/3/2024). 

Samanta menambahkan, sebaiknya orangtua menghindari memarahi anak secara berlebihan. Sebab, ada sejumlah risiko memarahi anak secara berlebihan, seperti anak menjadi trauma. 

“Selain itu, anak menjadi kurang dekat dengan orangtua dan menjadi kurang bisa terbuka,” tuturnya. 

Sering memarahi anak juga berdampak buruk pada prestasi belajar mereka. Anak juga berisiko menjadi pribadi yang kurang percaya diri dan mudah cemas. 

“Risiko lainnya, anak jadi mudah marah, atau kurang cakap dalan regulasi emosi,” jelasnya. 

Serupa, melansir dari Pregnancy, Birth and Baby, orangtua sesekali marah pada anak merupakan hal yang wajar. Namun, yang menjadi masalah adalah jika orangtua kerap memarahi anak atau mengungkapkan kemarahannya dengan cara yang tidak sehat.

Jika orangtua sering marah, maka anak akan mengalami kesulitan sosial dan emosional, serta memiliki risiko lebih tinggi mengalami masalah kesehatan mental di masa depan,” dilansir dari Pregnancy, Birth and Baby. 

Baca juga:

Cara memarahi anak yang benar 

Lantas, bagaimana cara memarahi anak yang benar agar tidak melukai hatinya? Samanta mengatakan, orangtua harus mengajak anak berbicara dengan baik, tanpa teriakan maupun kekerasan. 

“Cara memarahi anak yang tidak melukai hatinya adalah diajak bicara dengan baik. Duduk setara dengan anak, ada kontak matanya,” katanya. 

Setelah mendapatkan perhatian anak, maka orangtua dapat menjelaskan dengan tenang sikap anak yang membuat orangtua marah. 

“Sampaikan secara sopan dan lembut bahwa orangtua marah karena sikap anak yang mana, dan apa saja yang jadi harapan orangtua untuk anak dapat memerbaiki diri,” imbuh Samanta. 

Ilustrasi anak dan orangtuaDok. Shutterstock/fizkes Ilustrasi anak dan orangtua

Hal yang perlu digarisbawahi adalah hindari membentak atau melakukan kekerasan pada anak saat marah. Melansir dari Healhtline, mendisiplinkan anak menggunakan kekerasan, seperti membentak, bisa berdampak negatif pada anak. 

Dampak negatif membentak anak antara lain, perilaku anak justru menjadi lebih buruk-buruk alih-alih menaati perkataan orangtua. 

Berteriak kepada anak juga mempengaruhi perkembangan otak dan menyebabkan depresi pada anak. Selain psikis, teriakan orangtua pada anak saat marah juga berdampak pada fisik anak. 

Stres di masa kanak-kanak akibat orangtua yang melakukan kekerasan verbal dapat meningkatkan risiko anak mengalami masalah kesehatan tertentu saat dewasa.

Bahkan, sebuah studi menemukan hubungan antara pengalaman negatif masa kanak-kanak, termasuk pelecehan verbal dan jenis pelecehan lainnya, dengan perkembangan kondisi kronis di kemudian hari. Kondisi tersebut antara lain, radang sendi, sakit kepala parah, masalah punggung dan leher, dan nyeri kronis lainnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com