KOMPAS.com - Kredit atau pinjaman biasanya diambil untuk tujuan tertentu seperti membeli rumah, kendaraan, atau menyambung kehidupan.
Namun, kredit kerap kali membuat penggunanya merasa stres dan berujung pada gangguan kesehatan mental.
Menurut Tim Jurnalisme Data Harian Kompas Albertus Krisna, Kompas mengolah data BPS yang menunjukkan tingkat gangguan mental berdasarkan jenis kredit.
"Di data BPS ada beberapa jenis kredit yang ditanyakan kepada setiap responden apakah dalam beberapa waktu menerima kredit, pinjol, leasing, pegadain, atau kredit lainnya," ujarnya dalam acara Kompas Editor's Talks: Apakah Masyarakat Indonesia Sudah Cukup Siap Mental? pada Jumat (23/8/2024).
Baca juga: Waspada Gangguan Mental pada Wirausaha, Paling Banyak Dialami Pelaku UMKM
Dari Data Mikro Susenas BPS Maret 2022 yang diolah oleh Tim Jurnalisme Harian Kompas didapatkan, bahwa tingkat gangguan kesehatan mental berdasarkan jenis kredit adalah sebagai berikut:
Dari data tersebut, terlihat bahwa jenis kredit yang paling banyak menyebabkan gangguan kesehatan mental adalah pinjaman daring atau pinjol (pinjaman online).
Lebih dari setengah pengguna pinjol mengalami gangguan kesehatan mental. Hal ini terlihat sangat kontras dengan jenis pinjaman lainnya. Pasalnya, persentase gangguan kesehatan mental pada jenis pinjaman lainnya tidak lebih dari 30%.
Baca juga: Keluarga Utuh Lebih Banyak Mengalami Gangguan Mental daripada yang Hidup Sendiri
"Dari narsum yang kita wawancarai sebagian besar merasa stres, karena teror dari debt collector," ujar Krisna.
Jika gagal bayar sekali saja, debt collector akan langsung menagih. Tidak hanya pada peminjam, tapi juga pada keluarga peminjam.
"Debt collector bahkan datang ke rumah ibunya lebih dari seminggu sekali. Bikin malu dan membuat tidak tenang hatinya," ujarnya.
Tidak hanya pada keluarga, debt collector juga kerap meneror teman dan orang sekitar, bahkan semua kontak yang dimiliki oleh peminjam.
Hutang yang belum terbayar, bunga yang makin besar, dan teror debt collector kerap membuat stres peminjam. Tidak jarang peminjam mengalami gangguan mental lain hingga memutuskan untuk bunuh diri.
Baca juga: 3 Manfaat Jalan-jalan untuk Kesehatan Mental
Lalu, sebenarnya siapa saja yang mengambil pinjol?
"Dalam data tersebut ada kelompok keluarga miskin, keluarga menengah, dan keluarga kaya. Nyatanya yang banyak mengambil pinjol adalah keluarga kelas menengah," ungkap Krisna.
Dari total 524.953 orang yang mengambil pinjol, sekitar 45,2 persennya adalah keluarga menengah.
Artinya, lebih dari setengah pengguna pinjol adalah masyarakat kelas menengah yang sebenarnya tidak terlalu membutuhkan pinjaman tersebut.
Adapun, 32,7 persennya adalah masyarakat kelas bawah dan 22,1 persennya adalah masayarakat kelas atas.
"Itu menjadi menarik, karena sebenarnya mereka ini ada kesempatan untuk bisa mengakses ekonomi yang lebih bagus, tetapi malah mengambil pinjol," ujar Krisna.
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarangLihat postingan ini di Instagram