Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Dokter Gizi Tegaskan Kental Manis Bukan Pelengkap Gizi

Badan POM melalui surat edarannya mengeluarkan surat edaran tentang label dan iklan pada produk susu kental dan analognya (kategori pangan 01.3) pada bulan Mei 2018.

Badan Pengawas Obat dan Makanan ( BPOM) mengeluarkan surat edaran tentang label dan iklan pada produk susu kental dan analognya (kategori pangan 01.3).

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "INFOGRAFIK: Fakta Seputar Si "Kental Manis"", https://lifestyle.kompas.com/read/2018/07/04/131446720/infografik-fakta-seputar-si-kental-manis.
Penulis : Mela Arnani
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary

Badan Pengawas Obat dan Makanan ( BPOM) mengeluarkan surat edaran tentang label dan iklan pada produk susu kental dan analognya (kategori pangan 01.3).

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "INFOGRAFIK: Fakta Seputar Si "Kental Manis"", https://lifestyle.kompas.com/read/2018/07/04/131446720/infografik-fakta-seputar-si-kental-manis.
Penulis : Mela Arnani
Editor : Inggried Dwi Wedhaswary

Walau mungkin memiliki kandungan susu, namun produk kental manis memang tak bisa disetarakan dengan produk susu lain yang berfungsi sebagai pemenuhan gizi.

Dr Juwalita Surapsari Spesialis Gizi Klinik (SpGK) mengungkapkan, dibanding susu pertumbuhan lain, kandungan protein kental manis termasuk kecil, yakni sekitar lima persen dari total kalori.

Sementara susu pertumbuhan lain untuk anak bisa mencapai 18 persen.

"Kalau dibandingkan dengan susu pertumbuhan lain (secara kandungan protein), otomatis jauh," ungkap Juwalita kepada KOMPAS.com, Jakarta, Rabu (4/7/2018).

Selain itu, kandungan gula dalam produk ini juga tinggi.

"Jadi kalau dibilangg apakah susu kental manis bisa jadi pelengkap gizi anak? Jawabnya tidak, karena protein susu kental manis tidak cukup dan tidak sesuai kebutuhan," kata Juwalita.

Ia menegaskan, fungsi kental manis hanya penambah rasa pada makanan, seperti tambahan untuk salad buah. 

Anjuran ini berlaku bukan saja untuk anak, juga orang dewasa. Sebab, konsumsi produk kental manis berlebih bisa memicu beberapa risiko kesehatan, salah satunya sindrom metabolik seperti diabates.

Pemicu dari masalah kesehatan itu lantaran kandungan gula dan kalori tinggi, namun minim zat gizi. Risikonya adalah kegemukan.

"(Risiko kesehatan ini) berlaku untuk anak dan dewasa juga. Tapi, kalau saya lihat sekarang (paling rentan) adalah anak-anak, apalagi kalau orangtuamya belum terinformasikan kalau susu kental manis bukan susu," ungkap Juwalita.

Menurutnya, risiko kesehatan dari konsumsi kental manis berlebih tidak bisa langsung terlihat. Risiko ini termasuk jangka panjang, sehingga lebih berbahaya jika lama kelamaan dibiarkan.

Imbauan BPOM

Untuk mengatasi polemik susu kental manis, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) mengeluarkan Surat Edaran tentang Label dan Iklan pada Produk Susu Kental dan Analognya (Kategori Pangan 01.3) pada 22 Mei 2018.

Dalam surat edaran Nomor HK.06.5.51.511.05.18.2000 terdapat beberapa larangan yang perlu diperhatikan, yakni:

1. Dilarang menampilkan anak-anak berusia di bawah 5 (lima) tahun dalam bentuk apapun.

2. Dilarang menggunakan visualisasi bahwa produk Susu Kental dan Analognya (Kategori Pangan 01.3) disetarakan dengan produk susu lain sebagai penambah atau pelengkap zat gizi. Produk susu lain, antara lain susu sapi/susu yang dipasteurisasi/susu yang disterilisasi/susu formula/susu pertumbuhan.

3. Dilarang menggunakan visualisasi gambar susu cair dan/atau susu dalam gelas serta disajikan dengan cara diseduh untuk dikonsumsi sebagai minuman.

4. Khusus untuk iklan, dilarang ditayangkan pada jam tayang acara anak-anak.

Selain itu, BPOM mengimbau para produsen/importir/distributor produk susu kental dan analognya untuk menyesuaikan surat edaran ini, paling lambat enam bulan sejak ditetapkan.

https://lifestyle.kompas.com/read/2018/07/04/160000320/dokter-gizi-tegaskan-kental-manis-bukan-pelengkap-gizi-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke