Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Melestarikan Budaya Menempa ala Saltig...

KOMPAS.com – Brand cutlery set asal Bandung, Saltig, terpilih menjadi salah satu brand lokal yang berkolaborasi dengan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil.

Berbeda dengan merek lokal lain yang biasanya berbentuk UMKM, Saltig berangkat dari sebuah komunitas bernama Pijar Komunitas Menempa Indonesia.

Komunitas ini didirikan oleh Ibnu Pratomo. Dia adalah dosen sebuah kampus di Bandung yang mengaku sudah penasaran dengan ilmu menempa sejak muda.

Kecintaannya semakin besar ketika dia mengenyam pendidikan di Fakultas Seni Rupa dan Desain (FSRD) Insitut Teknologi Bandung (ITB).

“Saya mengambil tesis soal keris. Saya belajar (banyak) soal penempaan."

"Kami dirikan Pijar ini berdasarkan budaya penempaan tradisional,” ucap Ibnu saat dihubungi Kompas.com, belum lama ini.

Mereka belajar bersama, menempa barengan, bahkan ada kalanya masuk ke gunung di sejumlah daerah untuk menempa.

“(Anggota komunitas) berangkatnya bukan dari orang yang butuh duit, tapi butuh experience,” ucap Ibnu.

Seiring berjalannya waktu, komunitas ini membuat barang jadi seperti pisau, hingga terciptalah Saltig.

Berbeda dari pisau pada umumnya, produk Saltig kental dengan unsur nilai tradisi, seni, dan sangat mempertimbangkan unsur keindahan.

Itu terlihat dari ukiran produknya yang kental dengan nuansa Nusantara, apakah itu Kalimantan, Jawa, Sumatera Utara, atau daerah lainnya.

Seperti cutlery set hasil kolaborasinya dengan Ridwan Kamil. Di bagian tengah pisau, sendok, ataupun garpu terdapat motif mega mendung khas Cirebon.

Begitu pun dalam produk aksesorinya berupa gelang, cincin, kalung, buckle ikat pinggang, dan lainnya, yang memperlihatkan kesan Nusantara.

Contohnya gelang Sikerei. Gelang berbahan kuningan ini bermotif tradisional Mentawai.

Sikerei berarti orang yang memiliki kekuatan magis, ahli tanaman obat, dan penyembuh bagi suku Mentawai.

Produk-produk tersebut dijual dengan harga Rp 250.000-Rp 15 juta. Dari hasil riset pasar, dengan besaran harga tersebut, pasar Saltig 80 persennya datang dari luar negeri.

“Produk kami dibeli dalam dan luar negeri, seperti gelang-gelangan pembelinya dari Filipina hingga UK (United Kingdom).”

Demikian penjelasan Ibnu seraya mengatakan bahwa ke depan Saltig akan bertransformasi menjadi perusahaan.

Jaga idealisme

Ibnu mengaku masih memegang teguh idealisme untuk bergerak di bidang penempaan yang menjunjung nilai Nusantara.

Meskipun ia sadari berjuang dengan idealismenya di tahap awal, beberapa tahun lalu, membuat ekonominya menjadi terbatas.

Namun, support dari keluarga terutama istri membuatnya tak Lelah berjuang.

Ketika ditanya kenapa tetap berusaha idealis, Ibnu mengatakan, generasi muda zaman sekarang makin terputus dari akar budaya.

Lewat Saltig dan komunitasnya, ia mengajak anak muda memahami akar budaya Indonesia. Apalagi, regenerasi penempa di sejumlah daerah di Indonesia kurang bagus.

Penempa yang ada sudah tua. Hampir mirip dengan petani, menempa membutuhkan kerja keras.

Ada kalanya petani meminta anaknya untuk tidak seperti dirinya, hingga akhirnya keturunan mereka lebih memilih menjadi buruh pabrik.

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/06/21/150000620/melestarikan-budaya-menempa-ala-saltig

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke