Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengapa Orang Sulit Lepas dari Kecanduan Sabu-sabu?

KOMPAS.com - Nia Ramadhani dan suaminya, Ardi Bakrie, ditangkap polisi karena dugaan penyalahgunaan narkoba jenis sabu-sabu.

Kabar ini cukup mengejutkan karena keduanya dinilai punya kehidupan yang jauh dari penggunaan obat terlarang. Faktanya, pasangan ini terpaksa harus berurusan dengan pihak berwajib dan mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Narkoba jenis sabu-sabu juga dikenal dengan nama metamfetamin, dengan kandungan stimulan yang menargetkan sistem pusat saraf manusia.

Kandungan ini sebenarnya dipakai untuk mengobati Attention-Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD) dengan takaran dan pengawasan yang ketat oleh ahlinya.

Sayangnya, jenis candu ini banyak beredar dengan ilegal di jalanan dan sangat berbahaya. Sabu-sabu seperti ini tidak memiliki kegunaan medis dengan bentuk dan kandugan yang sangat bervariasi.

“Sabu-sabu selalu sintetis (bukan organik) dan diproduksi secara ilegal,” ujar Deni Carise, PhD, Kepala Sains di Pusat Pemulihan Amerika dan asisten profesor di Fakultas Kedokteran Perelman University of Pennsylvania.

Karena semua sabu-sabu diproduksi secara ilegal di laboratorium jalanan rahasia, tidak ada standar, ia melanjutkan.

Bahan-bahan yang digunakan biasanya mencakup kombinasi yang diekstraksi dari obat bebas yang dicampur dengan zat yang lebih mudah tersedia seperti eter, aseton, kristal yodium, atau fosfor merah.

Penggunaan sabu kerap memicu perasaan senang dan dorongan energi seketika. Ada pula yang berdampak pada nafsu makan sehingga banyak dipakai untuk menurunkan berat badan.

Mengapa Orang Mudah Kecanduan Sabu?

Banyak orang pertama kali mencoba narkoba termasuk jenis sabu-sabu karena alasan coba-coba. Biasanya ini dilakukan untuk merasakan sensasi 'high' yang dengan cepat didapatkan.

Sayangnya, ini kemudian memicu kecanduan yang tidak mudah untuk dihilangkan. Kebanyakan orang harus merasakan dampak buruknya terlebih dulu baru benar-benar berniat melepaskan diri dari jerat sabu-sabu.

Metamfetamin berisiko menyebabkan kecanduan karena pelepasan neurotransmitter yang disebut dopamin. Hal ini menyebabkan peningkatan bahan kimia ini di otak dan memberikan dampak yang tidak bisa disepelekan.

Pasalnya, dopamin dikaitkan dengan fungsi motorik, motivasi, penghargaan, dan pusat kesenangan di dalam otak.

"Sabu-sabu menyebabkan peningkatan suasana hati yang intens atau euforia yang jauh lebih kuat daripada kokain," kata Carise.

Peningkatan dopamin yang tidak wajar ini kemudian yang membuat banyak orang terus-menerus ingin menggunakan narkoba ini.

Ketergantungan terjadi karena tubuh mengalami hasrat yang kuat untuk mempertahankan keadaan yang sangat gembira, yang sering kali menghasilkan perilaku berulang dan seperti pesta untuk mencapai tujuan itu.

Penggunaan sabu dalam jangka panjang juga dapat mengubah pusat pengambilan keputusan di otak. Ketika pertama kali merasakan sensasinya, keputusannya adalah pilihan sadar yang dibuat di korteks prefrontal otak.

Setelah itu, keputusan berpindah ke otak belakang — area yang bertanggung jawab untuk tindakan non-sukarela, seperti berkedip dan bernapas.

Sebenarnya, orang yang kecanduan sabu-sabu bisa dikenali dari sejumlah perilaku dan gejala yang ditunjukannya seperti:

  • Suasana euforia atau sangat bahagia yang berkelanjutan
  • Perasaan tak terkalahkan
  • Hari-hari insomnia atau terjaga terus-menerus
  • Halusinasi atau perilaku delusi
  • Gatal atau koreng terus-menerus
  • Gigi busuk dan membusuk

Jika mendapati orang di sekitar kita memiliki gejala tersebut, ajaklah mereka untuk berkonsultasi. Pastikan orang tersayang bebas dari kecanduan sabu-sabu dengan memberikan pertolongan tepat pada waktunya.

https://lifestyle.kompas.com/read/2021/07/08/154000020/mengapa-orang-sulit-lepas-dari-kecanduan-sabu-sabu-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke