Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Riset Ungkap Kaitan Ibu Depresi dan Anak Rewel

Caranya bisa bermacam-macam, melalui pelukan, kata-kata, dan banyak lagi.

Tetapi,lain halnya dengan ibu yang mengalami depresi pascapersalinan atau post partum depression (PPD).

Ibu dengan gangguan depresi pascapersalinan memiliki kesulitan dalam menenangkan anaknya.

Fakta ini dijelaskan peneliti di Department of Psychology dan LaMarsh Centre for Child and Youth Research, John Krzeczkowski.

"Banyak studi membuktikan, ibu dengan depresi pascapersalinan kesulitan menenangkan bayi mereka yang rewel," kata dia.

"Tidak diketahui bagaimana proses sinyal menenangkan ibu dikirimkan ke bayi, mengapa depresi pascapersalinan dapat mengganggu proses tersebut."

"Lalu, apakah mengobati ibu yang depresi bisa mengubah sinyal ini atau tidak."

Guna menyelidiki ketiga hal tersebut, Krzeczkowski beserta tim meneliti hubungan antara fisiologi ibu dan bayi ketika bayi tertekan.

Tim Krzeczkowski mencakup profesor ilmu saraf perilaku Louis A. Schmidt dari McMaster dan Mark A. Ferro dari University of Waterloo.

Pihak lain yang terlibat adalah Dr Ryan J. Van Lieshout, dokter serta peneliti ilmu saraf di McMaster.

Mereka mengerjakan studi bertajuk "Follow the leader: Maternal transmission of physiological regulatory support to distressed infants in real-time".

Studi ini dimuat dalam Journal of Psychopathology and Clinical Science.

Para peneliti memantau dua kelompok ibu dan bayi. Pada kelompok kontrol, baik ibu maupun sang bayi dalam kondisi sehat.

Sementara kelompok kedua, para ibu didiagnosis depresi pasca persalinan (PPD) setahun usai melahirkan.

Metode studi ini melibatkan ibu dan bayi dalam tiga fase interaksi.

Pada fase bermain, ibu bermain dengan bayinya seperti biasa (seperti bernyanyi, berbicara, menyentuh).

Di fase diam, ibu diarahkan untuk tidak menyentuh atau berbicara dengan bayinya, dan memertahankan kontak mata sembari memasang wajah tanpa ekspresi sehingga bayi tertekan dan gelisah.

Sedangkan di fase reuni, para ibu diizinkan untuk bermain kembali dengan bayi yang sudah dalam kondisi tertekan.

Selama ketiga fase itu, tim peneliti mengecek kondisi ibu dan bayi dengan mengukur variabilitas detak jantung yang disebut aritmia sinus pernapasan atau respiratory sinus arrhythmia (RSA).

RSA merupakan indikator yang menunjukkan keadaan emosional seseorang.

Pada fase reuni, para peneliti mengamati pengukuran RSA ini untuk melihat adanya umpan balik dari sinyal detak jantung pada ibu dan bayi.

Kedua kelompok diuji sebanyak dua kali.

Dalam kelompok pertama atau kelompok ibu dan bayi yang sehat, tim Krzeczkowski menemukan, perubahan detak jantung ibu (diukur melalui pengukuran RSA) melewati bayi.

Ini menunjukkan, sang ibu-lah yang memimpin soothing dance atau tarian yang menenangkan, istilah yang disebut oleh Krzeczkowski.

Sebaliknya, pada kelompok ibu yang menderita depresi pascapersalinan, justru sang bayi yang memimpin "tarian menenangkan" itu.

Sinyal fisiologis ibu dengan depresi pascapersalinan baru membaik setelah menjalani terapi perilaku kognitif, sehingga mereka sama seperti ibu yang sehat.

Krzeczkowski mengatakan, temuan studi ini merupakan terobosan baru dalam sesuatu yang sudah lama menjadi titik buta di bidang ilmu saraf perilaku.

"Studi ini menunjukkan secara empiris untuk pertama kalinya, sinkronisasi fisiologis antara ibu dan bayi berperan dalam menenangkan bayi yang rewel," ungkap pria tersebut.

"Menangani PPD dengan terapi perilaku kognitif dapat memperbaiki pola sinkronisitas dan meningkatkan kemampuan ibu untuk menenangkan bayi yang rewel."

Temuan Krzeczkowski dan timnya membuka pintu bagi studi di masa depan.

Yakni, untuk menguji apakah peningkatan efek menenangkan yang dilihat melalui pengukuran RSA bisa dikaitkan dengan pengobatan terapi perilaku kognitif pada ibu penderita PPD atau tidak.

"Karena studi kami bersifat observasional, kami tidak bisa meyakini bahwa perubahan positif secara khusus disebabkan oleh terapi perilaku kognitif."

"Kedua hal tersebut memiliki korelasi, tetapi mungkin ada faktor lain."

"Misalnya, metode khusus yang digunakan ibu untuk menenangkan bayi mereka seperti bernyanyi, berbicara, dan menyentuh."

"Tapi kami ingin lebih banyak orang mendapatkan pengobatan untuk PPD," sambung dia.

https://lifestyle.kompas.com/read/2022/06/09/120000520/riset-ungkap-kaitan-ibu-depresi-dan-anak-rewel

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke