Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Spirit Home of Classics di Museum Adidas Jakarta

Ketiga sepatu yang terdiri dari Superstar, Gazelle, dan Forum ini juga telah menjadi simbol budaya, serta komunitas untuk terus melawan batasan sejak beberapa dekade lalu hingga kini.

Secara global, kampanye ini menampilkan figur-figur hebat dari seluruh dunia, seperti Lil Dre, Kalya Montoya, dan Marcos Montoya dari Los Angeles, serta Dee Koala, Mzandille Sithole, dan Andile Dlamini dari brand terkemuka asal Cape Town, Broke Wear.

Menjembatani batas geografi dan budaya dengan menjadikan seluruh Cape Town sebagai taman bermain untuk bereksperimen, Home of Classics menampilkan bagaimana batasan dari kreativitas dapat dipatahkan bila komunitas saling bekerja sama.

"Melalui kampanye Home of Classics kami ingin memperlihatkan bahwa ada beberapa sepatu ikonik yang ternyata tidak lekang waktu dan masih terus dipakai oleh orang-orang, di antaranya Superstar, Gazelle, dan Forum."

Demikian penuturan Brand Communication and Sport Marketing Manager dari Adidas Indonesia, Gracia Putri, di acara Adidas Home of Classics di Jakarta, belum lama ini.

"Siluet-siluet seperti Superstar dan Forum awalnya memang dipakai untuk olahraga basket."

"Namun sekarang, koleksi ini telah menjadi sepatu dengan legacy yang sangat kaya dan menunjang gaya hidup orang-orang untuk dalam hal fesyen," jelas dia.

Selain menjadi pencinta Adidas, komunitas ini juga membangun museum yang berisi sepatu Adidas dari berbagai zaman yang unik dan bahkan ada terbilang langka.

Melalui museum yang terletak di kawasan Kemang, Jakarta Selatan ini, kita bisa melihat koleksi sepatu Adidas dari berbagai zaman dengan cerita dan sejarahnya masing-masing.

Misalnya, ada sepatu lari tertua yang muncul di awal tahun 1960-an hingga sepatu yang pernah dibuat di Indonesia.

"Untuk sepatu lari tertua itu ditemukan di Barcelona oleh pendiri museum ini," kata Izar yang merupakan tim dari Die Hard Adidas Fan.

"Kenapa sepatu itu bisa dibilang awal tahun 60-an? Karena belum ada logo Adidas-nya."

"Jadi, ini adalah sepatu lari Adidas generasi pertama untuk cabang olahraga sprint dan belum logo trefoil atau tiga daun khas Adidas."

"Nah, logo trefoil sendiri baru ada sekitar tahun 1972," jelas dia.

Selain itu, Izar mengungkapkan bahwa di museum Die Hard Adidas Fan juga terdapat sepatu awal-awal yang dibuat di Indonesia.

"Pabrik pertama Adidas di Indonesia itu tahun 1988. Di museum ini ada sepatu tahun 1995 made in Indonesia yang lumayan bersejarah bahwa dulu di Indonesia pernah ada sepatu seperti ini," terangnya.

"Di samping itu, yang menjadi highlight di museum ini, banyak orang tidak tahu kalau ternyata sepatu Adidas dulu banyak dibuat di negara-negara maju seperti West Germany, Yugoslavia, Rumania, Canada, USA, Japan, dan lainnya."

"Artinya, sepatu Adidas itu memiliki kualitas yang tinggi," ujar dia.

Izar menambahkan, tidak semua sepatu vintage Adidas masih dipakai atau diperjualbelikan.

"Kalau untuk sepatu yang ada di museum ya hanya menjadi koleksi warisan Adidas saja," katanya.

"Tapi, model sepatu vintage Adidas yang ada di kampanye Home of Classics, seperti Superstar dan Forum modelnya sangat everlasting, jadi masih relevan dipakai kapan saja dan buat acara apa saja."

"Trennya selalu ada dan tidak akan mati untuk yang para pencinta sepatu klasik," imbuh dia.

https://lifestyle.kompas.com/read/2023/04/18/170000220/spirit-home-of-classics-di-museum-adidas-jakarta

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke