Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Mengenal Gangguan Kepribadian Antisosial pada Anak

Oleh: Alifia Putri Yudanti dan Ristiana D. Putri

KOMPAS.com - Masa tumbuh kembang anak sangat penting untuk membentuk kepribadian mereka saat dewasa. Namun, beberapa anak memiliki masa pertumbuhan dan pengasuhan yang kurang sesuai sehingga menyebabkan gangguan kondisi.

Salah satu yang perlu diwaspadai adalah gangguan kepribadian antisosial. Mengutip Everyday Health, gangguan kepribadian ini adalah kondisi psikologis yang ditandai dengan kurangnya empati dan pengabaian terhadap orang lain.

Hal ini pun diperlihatkan melalui tokoh Bebo, raksasa yang suka hewan. Dalam siniar Dongeng Pilihan Orangtua episode “Dongeng Raksasa yang Tidak Peduli” dengan tautan dik.si/DopingRaksasa, Bebo justru menelantarkan hewan-hewan peliharaannya.

Bahaya Gangguan Kepribadian Sosial pada Anak

Gejala gangguan kepribadian antisosial dimulai pada masa kanak-kanak atau remaja. Akan tetapi, ketika anak-anak menunjukkan tanda-tanda perilaku antisosial, mereka justru didiagnosis dengan gangguan perilaku saja. Padahal, keduanya berbeda.

Pasalnya, menurut Kalina J. Michalska, PhD., Asisten Profesor Psikiatri di Universitas California, anak-anak dengan gangguan kepribadian antisosial bisa menunjukkan tanda-tanda psikopati.

Tak hanya itu, mengutip Healthline, anak dengan gangguan ini bisa menarik diri dari lingkungan sekitar hingga menimbulkan kebencian. Mereka juga sulit mengontrol emosi dan cenderung mampu bersikap impulsif, misalnya merusak barang-barang di sekitar.

Melihat perilakunya yang tak terkendali itu, akhirnya teman-teman sebayanya pun enggan berinteraksi dengan mereka. Hal ini tentu akan memperburuk kondisinya karena semakin menutup diri dan menganggap sekitarnya ‘jahat’.

Penyebab Gangguan Kepribadian Sosial pada Anak

James B. McCarthy, PhD., Profesor Psikologi di Universitas Pace, mengungkapkan gangguan ini bisa muncul dari faktor internal (genetik) atau eksternal (lingkungan dan pengalaman traumatis anak).

Jika tak ditangani dengan baik, hal tersebut dapat berdampak negatif pada pembentukan empati pada anak.

Kombinasi kedua faktor ini dapat meningkatkan risiko perilaku antisosial. Menurut Medical News Today, penyebab internal pertama berasal dari pembentukan kepribadian yang sudah diterapkan sejak kecil sehingga sulit diubah hingga dewasa.

Pembentukan kepribadian ini biasanya diakari oleh pola pengasuhan yang keliru. Penelitian Ruiz-Hernández (2019) menemukan gaya pengasuhan otoriter–yang ketat, kurangnya pengertian, dan bergantung pada hukuman–bisa memicu sikap yang buruk.

Orangtua yang memberi tekanan pada anak-anaknya bisa membuat mereka rentan stres. Misalnya, orangtua membatasi pertemanan sang anak karena tingginya sifat posesif. Mereka ingin sang anak mengikuti perintahnya dan menolak untuk ditentang.

Faktor internal selanjutnya adalah genetik yang bermula dari gen dengan kemampuan kognitif yang rendah. Anak dengan kognitif rendah berisiko mengalami kesulitan kognitif dan memiliki kemampuan pengendalian diri yang lebih rendah.

Faktor eksternal biasanya dipengaruhi oleh lingkungan. Misalnya, anak kurang memiliki hubungan yang baik dengan teman-temannya karena mengalami pengalaman traumatis, seperti perundungan.

Penelitian Wallinus, dkk. (2016) menunjukkan perilaku tersebut dapat peningkatan risiko perilaku antisosial. Anak laki-laki memiliki risiko lebih tinggi untuk menunjukkan perilaku antisosial dibandingkan perempuan. Hal ini terjadi karena perbedaan ekspektasi masyarakat tentang peran gender pada anak perempuan dan laki-laki.

Anak laki-laki sering diberi lebih banyak kebebasan untuk bereksplorasi dan kerap menemukan hal-hal yang tidak sesuai dalam prosesnya. Meski begitu, tak menutup kemungkinan juga gangguan ini dialami oleh anak perempuan yang kini hidupnya masih serba dibatasi.

Untuk mengatasinya, Otto, dkk. (2021) menyarankan orangtua agar membentuk iklim keluarga yang suportif. Hal ini bisa meminimalisir timbulnya gangguan perilaku antisosial. Orangtua bisa menerapkan pola asuh yang seimbang antara pemberian hukuman dan afirmasi.

Saat anak berbuat kesalahan (misalnya membuat temannya menangis), orangtua tak segan memberikan konsekuensi dan juga pengertian bahwa tindakan yang dilakukan sang anak itu keliru.

Setelah itu, ajarkan anak meminta maaf agar hubungannya dengan sang teman tetap berjalan baik.

Jangan ajarkan anak lari dari masalah hingga akhirnya anak mengalami kejadian traumatis dan enggan bersosialisasi. Pasalnya, setiap memori buruk yang anak terima, otak mereka akan lebih mudah merekamnya sehingga memengaruhi tumbuh kembangnya.

Dengarkan berbagai cerita dongeng yang seru dalam siniar Dongeng Pilihan Orangtua di Spotify dengan tautan dik.si/dopingpodcast dan Noice dengan tautan dik.si/DopingNoice.

Akses juga playlist-nya di YouTube Medio by KG Media untuk mengetahui dongeng-dongeng lainnya yang tak kalah seru.

https://lifestyle.kompas.com/read/2023/07/18/094301420/mengenal-gangguan-kepribadian-antisosial-pada-anak

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke