Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

3 Pemicu Keretakan Pernikahan Menurut Pakar

KOMPAS.com – Pernikahan yang langgeng merupakan impian bagi banyak pasangan. Sayangnya, menjalani sebuah pernikahan tidak semudah yang dibayangkan. Selalu ada konflik dan tantangan yang menimbulkan pertengkaran, bahkan bisa memicu keretakan rumah tangga. 

Diungkapkan oleh Rani Anggraeni Dewi, seorang terapis pasangan bersertifikasi, ada tiga masalah utama yang sering dihadapi dalam pernikahan.

“Apa pun generasinya, masalahnya sama, selalu tiga ini,” katanya, saat dijumpai dalam acara The Power of Real Connection yang diselenggarakan connexion, di Jakarta Selatan (20/7/23).

Tiga masalah umum dalam pernikahan

Hal pertama yang bisa memicu pertikaian dalam kasus pernikahan adalah perbedaan nilai yang dianut.

Menurut Rani, meskipun pasangan memiliki agama dan budaya yang sama, namun nilai-nilai yang dianut mungkin saja berbeda.

“Nilai nilai itu dibentuk tradisi budaya dan agama atau ajaran, walaupun suku dan agamanya sama belum tentu sama nilai-nilainya,” kata penulis buku "Untuk Apa Menikah & Untuk Apa Bertahan" ini.

Perbedaan nilai-nilai dalam sebuah hubungan ini akan sulit untuk dihadapi, apalagi jika kedua pasangan enggan menurunkan egonya untuk berkompromi dan beradaptasi terhadap perbedaan yang ada.

“Faktor yang kedua adalah ekonomi, apakah ekonomi kita selalu lancar? Kan enggak, apakah kita selalu terbuka masalah keuangan? Kan enggak juga,” ujar Rani.

Uang memang bukan satu-satunya sumber kebahagian dalam sebuah pernikahan. Namun, kekurangan uang juga akan menjadi sumber masalah dalam pernikahan.

Hal ini dibuktikan dengan laporan Statistik Indonesia pada tahun 2022 yang menyebutkan bahwa ekonomi menjadi faktor penyebab perceraian terbesar kedua setelah pertengkaran.

Diperkirakan ada sekitar 110.939 kasus atau sekitar 24,75 persen pasangan berpisah karena alasan ekonomi.

Selanjutnya, Rani juga menjelaskan bahwa intimacy atau kemesraan menjadi faktor terakhir pemicu keretakan dalam suatu hubungan.

“Intimacy ini kebanyakan enggak dirawat. Padahal fase bulan madu ini ada expired-nya, jangan anggap karena saling cinta jadi oke-oke aja,” kata Rani.

Seperti namanya, honeymoon phase alias fase bulan madu adalah fase di mana para pasangan dalam kondisi terbaiknya, mereka cenderung akan menjalani fase hubungan yang sangat manis.

Umumnya, para pasangan akan mengalami fase tersebut sekitar 18 bulan setelah menikah.

Setelah fase tersebut berakhir banyak pasangan tidak menjaga kemesraan mereka, inilah yang membuat hubungan menjadi hambar.

Merawat hubungan pernikahan

Sejatinya menikah adalah proses belajar seumur hidup, di mana kita dan pasangan perlu sama-sama berusaha menjaga hubungan agar tetap berjalan sesuai tujuan.

“Banyak anak muda sekarang maunya nikah untuk bahagia, jadi enggak ada perjuangan, enggak mau berjuang, padahal pernikahan itu kan hard work,” kata Rani. 

Lebih lanjut, Rani juga menyampaikan bahwa ada cara-cara tertentu untuk merawat hubungan pernikahan, salah satunya adalah dengan tindakan proaktif, yaitu melakukan hal secara bersama-sama.

“Kalau proaktif itu harus ada kegiatan setiap hari yang dilakukan bersama-sama, misalnya jalan pagi, sarapan bersama,” tuturnya.

Selanjutnya, adalah tindakan preventif seperti melakukan konseling atau check up pernikahan.

“Sama dengan medical check up, tujuannya untuk mengetahui kalau ada sesuatu yang salah biar enggak semakin parah jadi kita bisa tahu lebih dini,” jelas dia.

Terakhir adalah tindakan kuratif atau tindakan yang dilakukan oleh pasangan suami istri jika sudah terjadi masalah di dalam hubungan, misalnya sudah terjadi perselingkuhan, atau kekerasan.

“Di tahap ini ke konseling itu perlu, kecuali kalian sebagai pasangan bisa mengobrol secara hati ke hati berdua. Tapi kan enggak semua suami istri itu bisa terbuka,” tutupnya.

https://lifestyle.kompas.com/read/2023/07/21/131500920/3-pemicu-keretakan-pernikahan-menurut-pakar-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke