Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Anak-anak Indonesia Terjerat Bahaya Rokok

Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan (Kemenkes), prevalensi perokok anak terus naik setiap tahunnya.

Pada tahun 2013, prevalensi perokok anak mencapai 7,2 persen, kemudian naik menjadi 8,8 persen di tahun 2016. Lalu, tahun 2018 meningkat 9,1 persen dan tahun 2019 menjadi 10,7 persen.

Dalam diskusi publik bertajuk "Mewujudkan Lingkungan yang Sehat dan Aman untuk Anak", Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS UI) pun memaparkan temuan terbarunya mengenai anak-anak dan kecanduan terhadap rokok.

"Jadi penelitian terbaru kami menunjukkan, lebih dari 60 persen anak mengalami relapse atau kekambuhan ketika mereka berusaha mencoba untuk berhenti merokok."

Demikian penuturan Ketua PKJS UI, Aryana Satrya, di Jakarta, Selasa (15/8/2023).

Menurut Aryana, hal tersebut membuktikan rokok sangat berbahaya dan bisa menyebabkan kecanduan yang lebih tinggi pada anak.

"Beberapa studi kami pun menemukan, anak yang mengalami gizi buruk atau stunting berada pada keluarga-keluarga miskin, yang pengeluarannya lebih banyak untuk rokok."

"Selain itu, pada penelitian kami memperlihatkan bagaimana peran teman sebaya dan harga rokok yang murah menjadi pengaruh besar bagi anak merokok," jelasnya.

Untuk itu, melalui studi yang dilakukan oleh PKJS UI, Aryana berharap angka perokok anak bisa ditekan, paling tidak mendekati 8,7 persen sesuai dengan target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.

Perokok remaja dan pencegahannya

Sementara itu, Ketua Komite Nasional Pengendalian Tembakau (Komnas PT), Hasbullah Thabrany mengungkapkan, peningkatan konsumsi rokok saat ini dimulai pada anak-anak usia remaja.

"Anak-anak sekolah kelas 7 hingga 9 SMP sudah mulai merokok dan itu memang menjadi sasaran tembak industri rokok," katanya.

"Karena jika anak-anak sudah merokok sejak dini, maka kemungkinan besar mereka akan ketergantungan dengan rokok sampai dewasa."

"Jadi mereka akan menghabiskan waktu merokok 30-40 tahun ke depan. Itu sangat menguntungkan bagi industri rokok," terangnya.

Hasbullah mengakui bahwa Komnas PT memang tidak berfokus pada perubahan perilaku atau yang sifatnya teknis, tetapi pihaknya akan terus mengevaluasi masalah ini lebih kepada faktor lingkungan, terutama kebijakan.

"Maka, selain orangtua yang memberikan perlindungan, pemerintah juga harus konsisten menjaga kesehatan anak-anak," jelasnya.

"Kita bersama-sama harus bisa melakukan pencegahan jangka panjang dengan memprioritaskan kesehatan anak," ujar Hasbullah.

Menurutnya, tantangan dalam mencegah anak-anak merokok masih berada di lingkup industri rokok sendiri.

"Kita lihat saja, iklan rokok ada di mana-mana termasuk di media sosial. Nah, ini bagian yang kami belum berhasil meminta agar pemerintah secara bulat melarang iklan rokok," ungkap Hasbullah.

"Di samping itu, pencegahan sebenarnya bisa dilakukan dengan melarang penjualan rokok ketengan, karena itu sangat memudahkan anak-anak membeli rokok, dan tentu saja yang terakhir adalah harga rokok harus mahal," tuturnya.

Lebih lanjut, Hasbullah meminta agar Kemenkes dan stakeholder terkait dapat terus mengkampanyekan bahaya rokok pada kesehatan dan masa depan anak.

https://lifestyle.kompas.com/read/2023/08/16/202915220/anak-anak-indonesia-terjerat-bahaya-rokok

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke