Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Toxic Relationship Orangtua, Anak yang Jadi Korbannya

Jumlahnya mencapai 581.000 kasus di tahun 2021 dengan jumlah pernikahan satu tahun sebanyak 1,9 juta.

Menurutnya, angka perceraian tinggi karena toxic relationship yang mewarnai pernikahan tersebut.

"Asalnya adalah orang toxic bertemu orang waras, orang waras bertemu orang toxic atau orang toxic bertemu orang toxic akhirnya kelahi terus dan terjadilah perceraian,” ujar mantan bupati Kulon Progo itu.

Ia mengingatkan, hubungan orangtua yang penuh kasih sayang merupakan fondasi penting untuk mendidik anak.

Toxic relationship orangtua berikan dampak buruk pada anak

Pernikahan yang diwarnai toxic relationship berdampak negatif pada anak-anak karena pribadi mereka yang masih muda, rentan serta mudah dipengaruhi.

Hubungan yang tidak bahagia antara orangtua itu sering kali sarat dengan rasa tidak hormat, manipulasi emosional dan kekerasan, baik secara metal, verbal atau fisik serta minim empati.

Bukannya fokus membesarkan buah hati, orangtua malah mengutamakan kebutuhan dan keinginannya sendiri.

Akibatnya, anak merasa tidak aman dan traumatis sehingga berdampak secara psikologis dalam jangka panjang.

Dikutip dari Raising Children, berikut adalah dampak buruk yang dirasakan anak dari toxic relationship orangtua.

Anak menjadi cemas

Ketegangan antara orantua dan pertengkaran yang mungkin terjadi serta efeknya menciptakan lingkungan yang penuh tekanan bagi anak-anak.

Mereka merasa tidak aman di rumah dan di tengah keluarganya, yang seharusnya menjadi perlindungan utama.

Amarah tersebut bisa memicu perilaku agresif yang meledak sewaktu-waktu.

Toxic relationship juga menjadi contoh buruk soal manajemen konflik karena orangtuanya tidak mampu menyelesaikan perselisihan dengan baik.

Anak memiliki harga diri rendah

Ketidakharmonisan rumah tangga bisa membuat anak merasa tidak berdaya, bersalah, tertolak dan menyalahkan diri sendiri.

Di sisi lain, orangtua juga cenderung mengabaikan kebutuhan emosional anak karena pernikahannya bermasalah.

Akibatnya, anak cenderung kehilangan rasa percaya diri dan mulai merasa tidak aman.

Menghadapi relationship issue

Toxic relationship orangtua bisa diwariskan kepada anak yang mulai berperilaku buruk pada teman, saudara dan lingkungan sekitarnya.

Anak menjadi sulit percaya pada orang lain sehingga sulit menjalin hubungan sosial yang sehat.

Mereka mungkin berprestasi buruk di bidang akademik karena gangguan dan stres di rumah.

Riset membuktikan, hidup dalam keluarga yang disfungsional dapat mengganggu kemampuan anak dalam belajar dan memecahkan masalah.

Mereka mendapat nilai buruk dan pada akhirnya mungkin putus sekolah.

Kesehatan mental buruk

Tentunya, toxic relatioship memicu masalah kesehatan mental anak seperti gangguan kecemasan, trauma masa kanak-kanak, dan depresi.

Ada juga risiko mengalami gangguan makan seperti anoreksia dan bulimia serta menunjukkan gejala yang berhubungan dengan stres seperti sakit kepala.

Stres pada masa kanak-kanak meningkatkan risiko mereka terkena diabetes, penyakit jantung, dan imunitas rendah.

Anak mengalami konflik kesetiaan

Hubungan tidak sehat orangtua sering kali membuat anak harus memilih atau berpihak.

Faktanya, mereka merasa bersalah dan stres saat melakukannya karena kasih sayang yang dirasakannya.

Anak berisiko mengalami masalah perilaku

Situasi rumah tangga yang beracun membuat anak terabaikan sehingga berisiko mencari pelarian dengan minuman keras, merokok, penyalahgunaan obat-obatan terlarang, seks dini, dll.

Mereka juga kesulitan menyesuaikan diri di sekolah dan bergaul dengan teman sebaya.

https://lifestyle.kompas.com/read/2023/10/31/195443020/toxic-relationship-orangtua-anak-yang-jadi-korbannya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke