Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Work Life Balance Bukan Jaminan Kerja Lebih Bahagia, Ini Alasannya

KOMPAS.com - Mewujudkan work life balance adalah saran karier yang belakangan populer.

Sejumlah pakar menyarankan para pekerja untuk menjadikannya indikator utama dari karier yang sukses dan hidup bahagia.

Hasilnya, pekerja dari kalangan milenial dan gen Z umumnya sangat menjunjung tinggi prinsip tersebut.

Tak jarang, mereka mengutamakannya dibandingkan gaji yang lebih baik atau posisi karier yang lebih tinggi.

Namun prinsip working life balance rupanya bukan hal yang baik diaplikasikan jika kita ingin tetap bekerja dengan bahagia, menurut pakar karier Harvard, Ranjay Gulati.

Profesor Harvard Business School ini berpendapat, keseimbangan kehidupan kerja adalah tujuan yang mengerikan dan menyesatkan untuk diperjuangkan

“Permasalahan utama saya dengan istilah “work life balance” adalah istilah ini menempatkan pekerjaan berlawanan dengan kehidupan, istilah ini mengasumsikan bahwa pekerjaan itu buruk dan hidup itu baik,” kata Gulati.

“Pekerjaan seharusnya tidak menguras tenaga Anda, namun ketika Anda memperlakukan pekerjaan dan kehidupan secara terpisah, secara tersirat, Anda berkata, 'Saya mati ketika saya sedang bekerja.'”

Ia menambahkan, berfokus pada working life balance saja bisa menjadi kontraproduktif.

Praktik work life balance yang menyesatkan

Mempertahankan kesenjangan yang setara antara pekerjaan dan kehidupan tidak hanya sulit dilakukan tetapi juga tidak menjamin kebahagiaan.

Pasalnya, praktik working life balance didasarkan pada asumsi yang salah bahwa pekerjaan dan kehidupan adalah dua hal yang tidak berhubungan, kata Gulati.

Bagi kebanyakan orang, pekerjaan dan kehidupan saling terkait, dan mencoba memisahkan keduanya dapat menyebabkan kelelahan dan kurangnya kepuasan dalam karier.

“Hal ini membatasi diri karena jika Anda menganut keyakinan tersebut, pekerjaan hanyalah pekerjaan, tanpa makna selain gaji dan mungkin perasaan berkuasa,” kata Gulati.

“Ada lebih banyak yang dapat kita peroleh dari pekerjaan kita ketika kita menemukan bahwa apa yang kita lakukan bermakna dan menghubungkannya dengan nilai atau minat pribadi.”

Untuk lebih jelasnya, Gulati tidak menyarankan bahwa pekerjaan harus menyita seluruh hidup kita.

Sebaliknya, kita harus mempertimbangkan kembali bagaimana berbagai aspek kehidupan dapat saling memberi semangat dan menumbuhkan energi positif.

Menurut Gulati, orang yang “paling bahagia” tidak mencari keseimbangan antara pekerjaan dan kehidupan pribadinya, melainkan keharmonisan.

Cara menjadi lebih bahagia di kantor

Adanya kesinambungan antara rutinitas pribadi dan profesional bisa menciptakan kehidupan yang lebih membumi dan memuaskan, kata Gulati.

Tujuannya adalah untuk menemukan area kompromi dan sinergi.

Misalnya, membangun hubungan yang bermakna dengan rekan kerja untuk merasa lebih termotivasi di tempat kerja.

"Seperti halnya menjadi sukarelawan untuk proyek yang memanfaatkan minat atau pengalaman pribadi Anda," jelas Gulati.

Manfaatnya tidak terbatas jika kita dapat menemukan makna soal apa yang dilakukan di kantor.

Penelitian menunjukkan, kenaikan gaji dan promosi lebih sering terjadi pada orang-orang yang menganggap pekerjaannya bermakna.

Selain itu, para pekerja tersebut juga cenderung lebih tangguh, termotivasi, dan bekerja lebih keras dibandingkan rekan-rekan mereka.

Dengan kata lain, menggabungkan kehidupan pribadi dan profesional dapat menghasilkan karier yang lebih bahagia dan sukses.

https://lifestyle.kompas.com/read/2023/11/22/113725220/work-life-balance-bukan-jaminan-kerja-lebih-bahagia-ini-alasannya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke