Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

7 Risiko Sering Memarahi Anak, Trauma dan Ganggu Perkembangan Otak

KOMPAS.com - Tidak dipungkiri, ada sejumlah tingkah laku anak yang memancing emosi orangtua. Terkadang, orangtua memarahi anak karena tidak bisa mengendalikan emosi. 

Namun demikian, sering memarahi anak ternyata memiliki risiko buruk bahkan fatal. Apa saja risiko sering memarahi anak? Simak ulasannya berikut ini seperti dihimpun Kompas.com. 

  • Apakah Boleh Orangtua Sesekali Memarahi Anak?
  • 4 Tips Melatih Anak Berpuasa, Lakukan Bertahap

Risiko memarahi anak

1. Anak menjadi trauma 

Psikolog Samanta Elsener menuturkan, orangtua boleh sesekali memarahi anak. Dengan catatan, tidak menggunakan cara-cara yang dapat melukai hati anak, seperti teriakan dan kekerasan. 

“Orangtua boleh memarahi anak sesekali dengan nada yang tidak melengking dan tidak menggunakan kekerasan,” terangnya saat dikonfirmasi Kompas.com, dikutip Minggu (17/3/2024). 

Jika orangtua sering memarahi anak, dikhawatirkan anak menjadi trauma. 

2. Tidak terbuka dengan orangtua

Imbas trauma dengan kemarahan tersebut, anak justru menjaga jarak dengan orangtua. Lambat laun, jarak tersebut mengurangi komunikasi antara anak dengan orangtua, sehingga anak cenderung tertutup. 

“Anak kurang dekat dengan orangtua dan menjadi kurang bisa terbuka,” tutur Samanta. 

Ketika anak tertutup dengan orangtua, mereka enggan terbuka dengan pemasalahan yang sedang dihadapi. Kondisi tersebut dikhawatirkan menimbulkan dampak lebih buruk ke depannya. 

3. Ganggu perkembangan otak 

Melansir dari Healthline, kemarahan orangtua yang disertai dengan bentakan atau teriakan dapat mengganggu perkembangan otak. 

“Sebab, manusia memproses informasi dan peristiwa negatif lebih cepat dan menyeluruh dibandingkan informasi dan kejadian baik,” bunyi informasi dilansir dari Healthline. 

Sebuah penelitian membandingkan pemindaian MRI otak dari orang-orang yang memiliki riwayat kekerasan verbal oleh orangtua di masa kanak-kanak, dibandingkan dengan kelompok yang tidak mempunyai pengalaman buruk tersebut. 

Hasilnya, ada perbedaan fisik yang mencolok di bagian otak yang berfungsi untuk memproses suara dan bahasa. Tidak heran jika Samanta menuturkan bahwa risiko sering memarahi anak dapat menurunkan prestasi belajar mereka. 

“Risiko sering memarahi anak dapat membuat prestasi belajar anak menurun,” tutur Samanta. 

4. Kurang percaya diri 

Anak-anak yang kerap dimarahi orangtua mereka, utamanya menggunakan kekerasan, bentakan, atau teriakan, tumbuh menjadi pribadi yang kurang percaya diri. Selain itu mereka mudah merasa cemas. 

5. Tidak pandai meregulasi emosi 

Samanta menuturkan, anak yang kerap dimarahi oleh orangtuanya berisiko tumbuh menjadi pribadi yang mudah marah. Sebab, anak merupakan peniru ulung, sehingga mereka mencontoh orangtua yang juga kerap marah. 

“Anak jadi mudah marah, kurang cakap dalam meregulasi emosi,” tuturnya. 

Selain itu, dengan memarahi mereka, justru perilaku anak-anak berpotensi menjadi lebih buruk, alih-alih disiplin menuruti perintah orangtua. Melansir dari Healthline, memarahi anak yang disertai dengan teriakan justru dapat memperburuk perilaku anak.

  • 8 Cara Mendisiplinkan Anak di Rumah, Orangtua Wajib Tahu 
  • 5 Tips Orangtua Mengasuh Anak Tanpa Emosi 

6. Sakit fisik 

Selain psikis, kemarahan orangtua yang disertai dengan kekerasan, seperti teriakan dan bentakan, juga berdampak pada fisik anak hingga dewasa nantinya, dilansir dari Healthline.

Stres di masa kanak-kanak akibat orangtua yang melakukan kekerasan verbal dapat meningkatkan risiko anak mengalami masalah kesehatan tertentu saat dewasa.

Bahkan, sebuah studi menemukan hubungan positif antara pengalaman negatif masa kanak-kanak, termasuk kekerasan verbal, dengan kondisi sakit kronis di kemudian hari. Kondisi tersebut antara lain, radang sendi, sakit kepala parah, masalah punggung dan leher, dan nyeri kronis lainnya.

7. Depresi 

Dampak paling buruk akibat sering memarahi anak, utamanya disertai dengan kekerasan adalah anak rentan mengalami depresi, dilansir dari Healthline. 

Selain membuat anak merasa sakit hati, takut, atau sedih, kemarahan orangtua yang disertai dengan kekerasan verbal juga bisa menyebabkan masalah psikologis yang terbawa hingga dewasa.

Dalam sebuah penelitian ditemukan hubungan positif antara kekerasan verbal orangtua terhadap anak dengan rasa depresi atau kecemasan pada anak-anak usia 13 tahun. 

Kondisi tersebut dikhawatirkan dapat memperburuk perilaku mereka, bahkan dapat berkembang menjadi tindakan yang lebih merugikan, seperti penggunaan narkoba atau aktivitas seksual yang berisiko.

https://lifestyle.kompas.com/read/2024/03/17/144040120/7-risiko-sering-memarahi-anak-trauma-dan-ganggu-perkembangan-otak

Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke