Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

Biaya hingga Tradisi Bebani Mental Calon Pengantin, Ini Kata Psikolog 

KOMPAS.com - Bukan rahasia lagi bahwa menikah membutuhkan persiapan yang matang, baik dari sisi materi maupun mental. Tidak jarang, kebutuhan menjelang pernikahan tersebut membebani calon pengantin hingga berbuat nekat.

Seperti kasus yang baru-baru ini terjadi, seorang laki-laki berinisial M (30), melakukan tindakan kriminal pemerasan. M, yang merupakan sopir taksi online Grab memeras penumpangnya sebesar Rp 100 juta. 

Motifnya adalah membutuhkan biaya pernikahan yang rencananya diselenggarakan pada April 2024 mendatang. 

Psikolog Universitas Indonesia, Prof. Dr. Rose Mini Agoes Salim, M.Psi., mengamini bahwa persiapan pernikahan kerap membebani mental calon pengantin. 

“(Persiapan pernikahan) Secara psikologis menantang, biasanya dalam keadaan seperti ini (calon pengantin) kalut, sensitif, apalagi kalau banyak hambatan dari sisi keluarga, laki-laki harusnya begini, yang perempuan minta begini, kalau tidak ada begini tidak boleh menikah, itu yang menjadi tantangan tersendiri,” ujarnya saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu (3/4/2024).

Tantangan bagi calon pengantin 

Bunda Romy, sapaan akrabnya, merincikan sejumlah hal yang kerap menjadi beban psikologis dan mental calon pengantin. 

Pertama, tuntutan keluarga. Meskipun tidak semua keluarga punya tuntutan besar pada calon pengantin, namun tidak sedikit keluarga yang menginginkan pernikahan digelar secara besar-besaran. 

Baik orangtua maupun keluarga calon pengantin laki-laki dan perempuan.

Tidak jarang, pesta pernikahan tersebut melebihi kemampuan finansial calon pengantin, sehingga harus mengupayakan beragam sumber pendanaan. 

“Ada keluarga yang kemudian menginginkan pernikahan, misalnya karena dia anak pertama atau anak yang ditunggu-tunggu untuk mendapatkan jodoh, maka dia diminta untuk membuat pesta pernikahan yang sesuai dengan gambaran keluarga, bisa oleh orangtua atau keluarga calon pengantin pria maupun perempuan. Itu membuat biaya jadi membengkak,” paparnya. 

Kedua, tradisi alias upacara adat. Bagi sejumlah masyarakat, upacara adat jelang menikah digelar secara besar-besaran sehingga membutuhkan biaya yang tidak sedikit. 

Lagi-lagi, biaya upacara adat tersebut kerap melebihi kemampuan finansial calon pengantin. 

“Upacara adat itu banyak sekali, dan itu yang membuat biaya membengkak,” imbuh Bunda Romy.

Ketiga, calon pengantin harus menyamakan ide antara keluarga besar calon pengantin laki-laki dan perempuan. Dalam hal ini, komunikasi menjadi kunci utama. 

Namun tidak jarang, perbedaan pandangan antara keluarga besar kedua mempelai kerap membuat calon pengantin kelimpungan lantaran tidak bisa menemukan titik temu. 

“Menyamakan ide calon pengantin, ide keluarga, itu yang membuat calon pengantin punya kecemasan, tingkat kemarahan tertentu, karena tidak nyambung antara satu dengan yang lain,” katanya.  

Kesiapan mental 

Oleh sebab itu, Bunda Romy menuturkan, persiapan paling utama yang harus dimiliki calon pengantin adalah kesiapan mental. Kedua calon pengantin harus siap menghadapi tuntutan orangtua dan keluarga besar, serta memberikan pemahaman mengenai pesta pernikahan yang mereka inginkan.

“Mampukah calon pengantin meyakinkan keluarga laki-laki dan perempuan bahwa yang mereka inginkan adalah pernikahan yang simpel, karena pengantin tidak punya banyak dana untuk menikah,” jelasnya. 

Calon pengantin juga harus memiliki kesiapan mental menghadapi perbedaan pandangan dua keluarga, sekaligus menjembatani perbedaan tersebut. 

https://lifestyle.kompas.com/read/2024/04/03/213500420/biaya-hingga-tradisi-bebani-mental-calon-pengantin-ini-kata-psikolog-

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke