Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Salin Artikel

65 Persen Anak yang Main Gawai Lebih dari 20 Menit Alami Tantrum 

KOMPAS.com - Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) mengungkapkan, ada sejumlah penyebab anak tantrum di Indonesia. Salah satunya, pemakaian gawai atau gadget yang sudah terbukti meningkatkan risiko tantrum pada anak. 

Dokter Spesialis Anak, DR. Dr. I Gusti Ayu Trisna Windiani, Sp.A(K), mengungkapkan, sekitar 65,1 persen anak yang bermain gawai lebih dari 20 menit setiap harinya, mengalami tantrum. 

Informasi tersebut berdasarkan hasil penelitian di Bengkulu, bertajuk Duration of Playing Gadgets with Temper Tantrum of Emotional in Toddlers yang diterbitkan dalam Jurnal Eduhealth (Volume 14). 

“Saya kutip penelitian terbaru di Indonesia yang dilakukan di Bengkulu, disebutkan bahwa lama bermain gadget berhubungan dengan tantrum yang terjadi. Anak yang menonton paparan gadget lebih dari 20 menit, sekitar 65,1 persen mengalami temper tantrum,” ujar Trisna dalam Seminar bertajuk ‘Tantrum: Bagaimana Mencegah dan Mengatasinya?’ oleh Pengurus Pusat Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dikutip Kompas.com, Jumat (26/4/204). 

Mengutip laporan Duration of Playing Gadgets with Temper Tantrum of Emotional in Toddlers dalam Jurnal Eduhealth (Volume 14), karya Neng Kurniati, dkk., penelitian dilakukan kepada 166 balita di Bengkulu pada Mei 2022 lalu. 

Dari total 166 balita, 56 balita (33,7 persen) bermain gawai kurang dari 20 menit per hari, dan sisanya 110 balita (66,3 persen) bermain gawai lebih dari 20 menit setiap hari.

Selanjutnya, balita yang mengalami temper tantrum sebanyak 108 balita (65,1 persen) dan yang tidak mengalami temper tantrum sebanyak 58 balita (34,9 persen).

Temuan dalam penelitian itu juga mengungkapkan ada hubungan signifikan antara penggunaan gawai dengan temper tantrum emosional pada balita. Selain itu, risiko terjadinya temper tantrum emosional pada balita meningkat 0,375 kali lipat pada pemakaian gawai yang lebih lama atau lebih dari 20 menit. 

Trisna menjelaskan, penggunaan gawai pada anak yang terlalu lama menyebabkan sejumlah risiko negatif. Aktivitas tersebut dapat memicu perilaku negatif pada anak. 

“Selain itu, dapat terjadi gangguan konsentrasi sehingga akan menyebabkan kerusakan di fungsi ekskutifnya, yaitu di pre frontal fortex,” paparnya. 

Penyebab tantrum 

Selain paparan gawai yang terlalu lama, Trisna juga mengungkapkan sejumlah penyebab tantrum pada anak. 

Tantrum, kata Trisna, merupakan kondisi normal yang terjadi pada anak. Namun, tantrum berpotensi menjadi abnormal jika berlanjut hingga remaja, sehingga perlu diwaspadai oleh orangtua. 

“Jadi, tantrum merupakan perkembangan normal sesuai dengan usia anak. Tetapi, bisa menjadi abnormal kalau berlanjut sampai anak besar atau remaja, sehingga ini perlu diatasi,” ujar Trisna yang juga merupakan anggota Unit Kerja Koordinasi Tumbuh Kembang Pediatri Sosial IDAI. 

Berikut sejumlah penyebab tantrum pada anak. 

1. Kondisi fisiologis 

Kondisi fisiologis yang menyebabkan tantrum pada anak antara lain lelah, lapar, bosan, dan frustasi. 

2. Masalah kesehatan 

Sejumlah masalah kesehatan juga bisa memicu tantrum pada anak, seperti gangguan tidur, otitis, dan ISPA. 

3. Menginginkan atau menolak sesuatu 

Tantrum juga dapat disebabkan anak menginginkan sesuatu, menolak sesuatu, atau sedang mencari perhatian orangtua.

4. Perubahan suasana mendadak 

Perubahan suasana mendadak juga bisa memicu tantrum pada anak. 

“Misalnya, ketika sedang asik bermain kemudian tiba-tiba terjadi perubahan yang mendadak, orangtua menyuruh stop dan langsung berubah ke aktivitas lain,” ujar Trisna. 

5. Pola asuh orangtua 

Pola asuh orangtua juga berdampak pada kondisi tantrum anak. Orangtua yang otoriter cenderung menyebabkan anak tantrum.

Peraturan dari orangtua yang tidak konsisten juga bisa memicu tantrum pada anak. 

6. Temperamen anak 

Trisna mengatakan, ada sejumlah anak yang memiliki temperamen keras dan kurang sabar, sehingga menyebabkan tantrum. 

7. Lingkungan 

Faktor lingkungan juga berpengaruh pada perilaku tantrum pada anak. 

“Misalnya, ada kekerasan dalam keluarga atau orangtua yang mengalami kesehatan mental. Ini yang menjadi penyebab atau pencetus tantrum,” kata Trisna. 

8. Anak berkebutuhan khusus 

Anak berkebutuhan khusus juga rentan mengalami tantrum. Misalnya, Autism spectrum disorder (ASD), Attention Deficit Hyperactivity Disorder (ADHD), disabilitas intelektual, atau gangguan bahasa. 

“Karena anak tidak mampu menyampaikan apa yang diinginkannya dengan baik,” ujar Trisna.

https://lifestyle.kompas.com/read/2024/04/26/114000220/65-persen-anak-yang-main-gawai-lebih-dari-20-menit-alami-tantrum

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke