Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jika Kehamilan Tak Dikehendaki

Kompas.com - 10/12/2008, 08:04 WIB

Nany dan Heru bukan orang tak berpendidikan dan miskin. Keduanya mahasiswa tahun terakhir. Nany anak dokter kepala rumah sakit, sedangkan Heru anak pejabat tinggi lembaga hukum. Mereka memilih aborsi setelah tahu Nany hamil 2 bulan.

Seorang dukun didatanginya. Menurut pengakuan Heru, sang dukun berhasil melakukan pengguguran dengan memasukkan sesuatu ke vagina Nany lalu memberinya jamu. Sebulan Nany terkapar di ICU, tetapi dokter tak berhasil mempertahankan hidupnya. Nany mengembuskan napas terakhir di depan ayah dan ibunya.

Wanti, mahasiswi perguruan tinggi swasta, datang ke unit gawat darurat dalam keadaan pucat pasi kehabisan darah. Perdarahan masih mengalir dari vagina. Menurut pengakuan teman kosnya, siangnya Wanti mendatangi perawat kesehatan untuk menggugurkan kandungan. Perawat itu memasukkan sebuah alat dan memberinya obat yang kemudian menimbulkan rasa sakit perut hebat.

Malam itu juga Wanti menjalani operasi. Saat pembedahan dokter menemukan robekan pada rahim yang terus berdarah. Setelah operasi lebih dari 2 jam, dokter berhasil menjahit dan menghentikan perdarahan, meski Wanti akhirnya meninggal di ICU akibat komplikasi infeksi yang meluas ke seluruh tubuhnya.

Solusi Sembarangan
Sangat banyak dijumpai wanita yang mengalami UWP minum jamu atau obat secara membabi-buta dan sembarangan, seperti kasus Prapto dan Prapti ini. Mereka suami istri yang sedang giat membangun industri kecil sebagai bentuk perjuangan untuk mendapatkan penghasilan yang lebih layak.

Mereka belum menginginkan anak meski sudah empat tahun berumah tangga, dan menganggap kehadiran anak akan mengganggu pekerjaannya. Dua kali kehamilan digagalkan dengan cara minum obat pelancar haid. Saat dijumpai, Prapto sedang memandangi bayi laki-laki hasil kehamilan Prapti yang ketiga.

Bayi mungil itu begitu tampannya, tak kalah dengan pelakon sinetron. Sayangnya ia tak punya tangan dan kaki. Prapto mengaku, dia memang membeli obat pelancar haid berbentuk bulat kehitaman kecil 12 biji untuk menggagalkan kehamilan istrinya. Ternyata upayanya tidak berhasil, kehamilan berlangsung terus.

Sering terjadi mereka yang melakukan aborsi lantas menyesalinya. Seperti dialami Faisal dan Betty. Sebelum menikah Betty pernah hamil dan aborsi. Setelah 6 tahun menikah, buah hati yang diharapkan tak kunjung datang karena adanya kerusakan akibat infeksi, yang diduga diperoleh saat pengguguran.

Bisa jadi orang yang mengalami UWP mencari tangan yang lebih aman, meski kenyataannya kadang lain. Ade meninggal di meja operasi saat aborsi karena ada masalah dalam teknik pelaksanaannya. Sejatinya bagi dokter kandungan tindakan abortus provokatus bukan operasi besar, tetapi jatuhnya korban meninggal atau komplikasi yang memilukan cukup sering dijumpai.

Dari sisi norma apa pun, termasuk hukum dan agama, pengguguran kandungan tidak dibenarkan. Jalan pintas yang diambil saat menghadapi masalah UWP jelas bukan sikap yang baik.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com