Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Nisa's Quilt, Membayar Keahlian Pembuatnya

Kompas.com - 28/11/2009, 12:13 WIB

“Padahal, untuk bisa mengikuti pameran semacam itu biasanya harus mengikuti proses seleksi. Saya beruntung karena tidak perlu mengikuti berbagai prosedur biasanya,” kata Nisa.

Tahun 2005, untuk pertama kalinya Nisa berpameran di acara berskala besar seperti WIC, yang saat itu digelar di Gedung Nyi Ageng Serang, Kuningan, Jakarta Selatan. “Dari pameran itu, saya banyak berkenalan dengan orang-orang dari kedutaan asing. Dari mereka saya jadi tahu bagaimana cara mengikuti pameran-pameran yang lain,” ujar Nisa. Yang jelas, ia juga mulai mendapatkan pembeli dan pelanggan, dari dalam dan luar negeri.

Hingga kini, Nisa sudah berpartisipasi di berbagai pameran seperti Inacraft, La Femme, Indocraft, ANZA (Australian and New Zealand Embassy Bazaar), AWA (American Women Association Bazaar), IWA (Indian Women Association Bazaar), dan klab-klab kedutaan lainnya.

Banyak ekspatriat yang membeli quilt karya Nisa, karena harganya yang jauh lebih murah daripada di Amerika. Di sana, harga sepotong selimut bisa mencapai 10.000 dollar, sedangkan harga selimut Nisa “hanya” Rp 3,5 juta (ukuran besar) atau Rp 2 juta – Rp 2,5 juta (ukuran single, dan tergantung motif). Berbagai bentuk quilt lain yang dibuat Nisa antara lain wall hanging (Rp 1,5 juta), sajadah dan tasnya (Rp 850.000), juga taplak, sarung bantal sofa, korden, hingga cover sofa.

Harga yang mahal ini, menurut Nisa, tentunya karena quilt adalah suatu seni yang dikerjakan tangan. Membayar sekian juta untuk selimut artinya membayar keahlian perajinnya. Harga tersebut tentu sudah termasuk penggunaan bahan-bahan berkualitas, seperti benang khusus quilt yang masih diimpor. “Kalau benang jahit biasa kurang kuat. Jahitannya gampang brodol,” seru ibu dua anak ini.

Karena tingkat kesulitan pembuatannya yang tinggi itulah, Nisa juga tidak memproduksi quilt secara massal. Dalam sebulan, ia hanya menghasilkan empat potong selimut. Ia dibantu oleh sejumlah karyawan untuk memenuhi pesanan quilt berbagai bentuk.

Nisa juga tidak menaikkan harga barang ketika mengikuti pameran. “Itulah yang kadang membuat bisnis kolaps, karena harga saat pameran dibuat lebih mahal,” papar Nisa, yang kini omzet-nya mencapai Rp 50 juta sebulan.

Di antara pelanggan tetap Nisa itu, adalah Elfianty, sang sahabat yang mempertemukannya dengan staf kedutaan asing dulu. Sebelum mengoleksi karya Nisa, Elfi mengaku sudah sering melihat quilt di pasaran. “Tapi kalau beli di luar enggak ada yang bagus. Punya Nisa kan bagus-bagus, warna dan motifnya banyak variasi,” puji Elfi, yang sudah mempunyai empat sajadah, dan empat wall hanging untuk seluruh anggota keluarganya.

Ia sendiri mengaku awalnya juga ingin belajar membuat quilt pada sahabatnya itu (untuk mengikuti kursus quilt, silakan baca "Quilting, Seni Menggabungkan Kain Perca" di rubrik Hobby). “Tapi saya orangnya enggak sabaran. Akhirnya kalau peserta yang lain sibuk menjahit, saya malah pindah baca koran di depan rumah,” ujar Elfi sambil tertawa geli.

Elfi berusaha merawat koleksi quilt-nya sesuai instruksi dari Nisa. Quilt sebaiknya hanya dicuci setahun sekali. Mencucinya pun hanya boleh dengan shampo bayi. “Kalau pakai sabun deterjen, terlalu keras. Jahitannya bisa cepat rusak,” ujar Nisa. Setelah dikeringkan, selimut atau barang-barang quilt yang lain disimpan dengan tas dari bahan belacu.

Nisa kini sudah mampu menciptakan appliqué sendiri. Misalnya saja, ia melihat gambar ayam  yang bagus pada perangkat cangkir dan teko. Gambar itu lalu difoto, di-scan, dan dijadikannya motif appliqué. Keahlian seperti ini menjadi modalnya sebagai quilt specialist, dan karena itu Nisa membedakan posisinya sebagai pengajar dan sebagai pelaku bisnis quilt. Pattern-pattern yang lebih rumit dan jumlahnya ribuan, serta motif temuannya sendiri, tidak dimasukkan dalam “kurikulum” kursusnya. Nisa hanya akan mengajarkan bila ada peserta (biasanya yang sudah ada di tingkat Advance) yang ingin mencoba membuatnya. Kelak, jika rajin berlatih peserta ini tentunya juga mampu menciptakan motif appliqué sendiri.

Karena itulah, meskipun para perajin quilt belajar dari sumber yang sama, masing-masing pasti memiliki kelebihan tersendiri. Hal ini tentu kembali pada prinsip quilting seperti telah disebut di awal tulisan: karena quilting dikerjakan dengan tangan, tak ada karya perajin yang mirip satu sama lain. Pembeli tinggal memilih mana yang sesuai dengan seleranya.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com