Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lucy Cahyaningtyas: Mencari Esensi

Kompas.com - 21/02/2011, 08:37 WIB

Ketika membuat desain promosi perusahaan roti dari Perancis yang mengekspor produknya ke Hongkong, Lucy makin paham kuatnya pengaruh budaya terhadap selera estetika masyarakatnya.
”Desain yang disukai pengusaha Perancis tak disukai partnernya di Hongkong. Jadi harus diubah.”

Selera Hongkong unik, kata Lucy. Meski 156 tahun di bawah kekuasaan Inggris, pengaruh China tetap jauh lebih kuat dibandingkan Eropa. ”Jadi agak malu-malu untuk ekspresif, lebih terkontrol,” kata Lucy. ”Ini beda sama Singapura yang sangat dinamis dan bergejolak, juga beda dari Thailand yang sangat kuat identitasnya.”

Kalau Indonesia?

”Identitas keindonesiaannya kurang, kurang ekspresif. Penghargaan juga kurang. Di sini desainer grafis masih dianggap tukang gambar.”

Tanda pengenal
Desainer grafis pada dasarnya ahli komunikasi dalam upaya pemasaran suatu produk, baik yang bisa diraba (tangible) maupun yang tak bisa diraba (intangible), seperti ide dan gagasan. Dalam konteks itu, posisi logo sangat penting. ”Sederhananya, logo adalah identitas yang dikristalisasi ke dalam bentuk visual,” ujar Lucy.

”Identitas bukan sekadar nama, tetapi juga harus bisa mengandung karakter, gaya, belief, ideologi, dan cita-cita si pemilik identitas. Dalam pemasaran, identitas berfungsi sebagai ’tanda pengenal’ supaya publik tahu siapa si penyampai pesan.”

Ia punya pengalaman unik terkait hal itu. ”Waktu kerja di Inggris, ada satu klien yang sepak terjang bisnisnya tidak simpatik. Kayak preman. 'Kadal'. Waktu itu proyeknya bikin personal branding website.”

Lucy hanya bisa mengingatkan atasan tentang latar belakang calon klien itu. ”Terus terang aku enggak nyaman ngerjain proyek ini.”

Atasannya memahami keberatan Lucy, tetapi kontrak telanjur ditandatangani. ”Kubilang, aku akan sangat profesional, enggak akan bohong atau memanipulasi informasi secara visual. Proposal desain pertama kubikin ’as it is’. Warna-warna di layout yang kupilih cenderung gelap dan suram, foto si tokoh tidak sedang tertawa lebar.”

Bisa diduga, klien tidak suka. ”Untungnya, sebelum revisi, dia keburu kena kasus besar, diproses di pengadilan. Otomatis proyeknya berhenti. Aku merasa diselamatkan oleh kejadian. Bosku juga happy karena website-nya enggak sempat terbit dengan nama perusahaan kita di situ.”

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com