Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kemajuan Semu Perempuan Indonesia

Kompas.com - 11/03/2011, 05:23 WIB

Perempuan anggota DPRD juga meningkat, menjadi sekitar 26 persen, tetapi menurut catatan Pusat Kajian Politik Universitas Indonesia, 64 persennya berasal dari keluarga elite partai.

Implementasi demokrasi sampai tahun ke-13 reformasi masih sebatas kelembagaan. Hak-hak warga direduksi menjadi angka statistik pemilih. Demokrasi bahkan diatasnamakan untuk membuat kebijakan diskriminatif, di tingkat nasional maupun daerah. Padahal, konstitusi menjamin kesetaraan hak warga negara.

Tak jelas

Titik pijak antarkementerian pun terbelah. Komentar beberapa pejabat tinggi (dan tokoh publik) bertentangan dengan asas non-diskriminatif. Bahkan bersifat condoning terhadap kelompok-kelompok yang mengalami diskriminasi terus-menerus sebagai warga negara, entah karena keyakinannya, etnis, pandangan politik, orientasi seksualnya, dan lain-lain.

Catatan Tahunan (Catahu) Ke-10 Komisi Nasional Anti-Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) bertema ”Teror dan Kekerasan terhadap Perempuan: Negara Kehilangan Kendali” mencatat, lima pejabat publik dan empat tokoh dan pejabat di ranah pendidikan melanggar etika publik, mengukuhkan kebencian dan diskriminasi.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak menjadi ”tidak bunyi” karena fungsinya terbatas meski beberapa pejabatnya mulai menyadari ada UU yang ternyata tidak melindungi perempuan, tetapi justru membatasi, khususnya UU Pornografi.

Banyak peraturan, kebijakan, dan surat keputusan bersama kehilangan esensinya karena diinterpretasikan justru mengesahkan peraturan daerah yang diskriminatif dan menegasikan hak warga negara.

Dengan situasi seperti itu, tak terlalu mengejutkan bila jumlah kebijakan diskriminatif, menurut Catahu Ke-10 Komnas Perempuan, meningkat dari 154 (Maret 2009) menjadi 191 (awal Maret 2011), tersebar di lebih 100 kabupaten di 25 provinsi. Enam provinsi ditengarai paling gemar menerbitkan perda diskriminatif, termasuk pelarangan Ahmadiyah. Hanya ada 46 peraturan yang mendukung pelaksanaan mandat Konstitusi untuk mengakhiri kekerasan dan diskriminasi terhadap perempuan sampai November 2010.

Padahal, seperti ditegaskan komisioner Komnas Perempuan, Ninik Rahayu, dalam setiap konflik, apalagi yang bernuansa agama, perempuan dan anak- anak adalah korban terdepan. Merekalah yang pertama terimbas hilangnya kebebasan sebagai warga negara karena hak hidupnya dirampas.

Dengan situasi seperti ini, beranikah kita mengatakan, kondisi perempuan Indonesia mengalami kemajuan signifikan? (MARIA HARTININGSIH)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com