Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rendang Telah "Merantau" Hingga ke Belanda

Kompas.com - 30/09/2011, 08:54 WIB

Dan, daging-daging berwarna coklat kehitaman ini bukan hanya empuk, juga menyisakan tekstur berminyak dan aroma asap yang khas. Smoky and tender, itulah ungkapan untuk menggambarkan kelezatan rendang di mata orang asing, yang menyebutnya sebagai Western Sumatra caramelized beef curry.

Tanyakan kepada ahli kuliner William Wongso yang sedang berada di Belanda, bagaimana orang-orang bule itu sampai gandrung dengan menu satu ini. Apalagi setelah mereka tahu betapa ruwet dan unik pemasakannya. Proses menggosongkan santan dan bumbu hingga menghasilkan rasa gurih dan aroma harum karamel sulit ditandingi daya tariknya.

”Singkatnya, setiap orang asing yang antre untuk mencicipi masakan ini pasti akan antre lagi,” kata William, yang pekan lalu melakukan pelatihan memasak bagi anggota Asosiasi Pemburu Belanda. Ia antara lain mengenalkan resep rendang untuk memasak hasil buruan mereka, yang ternyata sangat digemari. Pun dalam jamuan makan malam yang diadakan Duta Besar Indonesia untuk Belanda Umar Hadi, Menteri Luar Negeri Belanda Ulrich Rozenthal dan undangan menyatakan ”suka sekali” sewaktu mereka mencicipi rendang.

Maskapai penerbangan Garuda Indonesia, yang menjadi salah satu ujung tombak pengenalan kuliner Indonesia ke tataran internasional, juga menyimpan cerita ini. Rendang yang dimasak oleh perusahaan katering Aerofood ACS menjadi salah satu menu andalan di pesawat dan senantiasa menjadi favorit penumpang mancanegara.

”Rendang selalu habis. Untuk sajian rijsttafel di kelas bisnis, rendang menjadi pilihan penumpang yang paling laris. Bule-bule itu sampai pada nambah,” kata Agus Priyanto, Executive Vice President Commercial Garuda Indonesia.

Tanah kelahiran
Bagaimana keberadaan rendang di tanah kelahirannya? Rupanya bukan perkara mudah menemukan lapau yang menjual rendang terbaik di ranah Minang. Semua rendang di sana (disebut randang) terasa enak, dengan hanya perbedaan tipis untuk menyatakannya ”paling enak”.

Muncullah nama Ampera Beringin, lapau yang didirikan pasangan almarhum Ali Umar Pilo dan Roslaini Pilo pada awal 1970-an, yang kini telah berkembang menjadi beberapa lapau dan salah satunya dikelola oleh anak ke-9, Iswandi, di kawasan Pasar Raya, Padang.

Daging rendang di lapau itu punya tekstur khas. Dengan sekali gigitan, lidah kita akan merasakan sensasi hancurnya daging di langit-langit mulut dengan lelehan bumbu menusuk lidah. Namun, menurut Iswandi, kenikmatan itu bukan proses sekejap. Semuanya diawali dengan pemilihan bahan baku yang segar, terutama daging, dan proses memasak yang bisa berbeda setiap dapurnya. Namun, bagian ini sedikit diselubungi. Maklum ”rahasia perusahaan”.

”Semua bumbu dan cabai kami giling sendiri. Memang ada di pasar, tetapi kami memilih sendiri bumbu yang segar, meracik sendiri, dan menggiling sendiri. Rasanya pasti beda,” kata dia.

Selain untuk konsumsi di Padang, rendang lapau itu sudah melanglang buana. ”Rendang kami sering dibawa sebagai bekal pergi haji ke Mekkah ataupun orang yang belajar di Eropa. Orang Minang kan lumayan banyak di Belanda,” lanjutnya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com