Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mode Pakaian yang Berubah Cepat dan Dampaknya Bagi Lingkungan

Kompas.com - 09/01/2018, 11:47 WIB
Kahfi Dirga Cahya

Penulis

KOMPAS.com - Siklus fashion kini tak lagi berpatokan pada dua atau empat pakem musim. Kini, setiap saat kita bisa mendapat busana mode terbaru keluaran merek papan tengah yang selalu mengadakan sale berkala. Istilahnya adalah fast fashion.

Walau memanjakan keinginan kita untuk tampil selalu baru, namun sesungguhnya ada kritik besar terhadap bisnis pakaian jadi ini.

Fast fashion berfokus pada kecepatan dan biaya produksi rendah agar bisa menghadirkan koleksi baru yang terinspirasi oleh tampilan catwalk atau gaya selebriti. Siklus mode kini menjadi hanya 6-8 minggu untuk kemudian berganti dengan yang baru.

Masalahnya, industri ini berdampak sangat buruk bagi lingkungan. Sebab, tekanan untuk mengurangi biaya dan waktu untuk mendapatkan produk dari mulai desain sampai ke gerai di mal berarti mengabaikan perspektif lingkungan.

Kritik terhadap fast fashion meliputi dampak negatif terhadap lingkungan, polusi air, penggunaan bahan kimia beracun dan peningkatan kadar limbah tekstil.

Warna-warna cerah, cetakan dan finishing kain adalah fitur menarik dari mode busana, namun banyak di antaranya menggunakan bahan kimia beracun. Pencelupan tekstil adalah pencemar air bersih terbesar kedua di dunia, setelah pertanian.

Kampanye Detox Greenpeace baru-baru ini berperan dalam menekan ritel fast fashion untuk menghilangkan bahan kimia beracun dari rantai pasokan mereka, setelah menguji sejumlah produk merek dan memastikan adanya bahan kimia berbahaya.

Banyak dari penggunaan bahan ini dilarang atau diatur secara ketat di berbagai negara karena beracun, bio-akumulatif, mengganggu hormon dan karsinogenik.

Poliester adalah kain yang paling populer digunakan untuk busana. Namun, ketika busana poliester dicuci di mesin cuci, mereka menumpahkan mikrofiber yang menambah peningkatan kadar plastik di lautan.

Mikrofiber ini hanya sebentar dan dengan mudah bisa melewati pabrik pengolahan air limbah dan air limbah ke saluran air. Namun karena tidak terurai sempurna, bahan ini menjadi ancaman serius bagi biota air. Makhluk kecil seperti plankton mengonsumsi mikrofiber, yang kemudian membuat rantai makanan mereka ke ikan dan kerang yang akhirnya dimakan manusia.

Dampak dahsyat dari penggunaan bahan kimia beracun di bidang pertanian, untuk menanam kapas, ditunjukkan dalam sebuah film dokumenter berjudul The True Cost, termasuk kematian petani kapas AS karena tumor otak, dan cacat lahir yang serius pada anak petani kapas.

Pertumbuhan kapas membutuhkan tingkat air dan pestisida yang tinggi untuk mencegah gagal panen, yang dapat menimbulkan masalah di negara-negara berkembang yang mungkin kekurangan investasi dan berisiko mengalami kekeringan.

IlustrasiThinkstockphotos Ilustrasi
Sebagian besar kapas yang ditanam di seluruh dunia dimodifikasi secara genetis agar tahan terhadap hama bollworm, sehingga meningkatkan hasil dan mengurangi penggunaan pestisida. Tapi ini juga bisa menimbulkan masalah lebih jauh lagi, seperti munculnya "superweeds" yang tahan terhadap pestisida.

Hama itu perlu diatasi dengan pestisida yang lebih beracun yang berbahaya bagi ternak dan manusia. Ini seperti lingkaran setan yang sulit diputus.

Namun, ada juga minat terhadap kapas organik, seperti H&M dan Inditex yang termasuk lima besar pengguna kapas organik pada tahun 2016. Namun keseluruhan penggunaan kapas organik hanya kurang dari satu persen.

Halaman Berikutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com