JAKARTA, KOMPAS.com - Jangkauan pemasaran kain tradisional Indonesia di bidang fesyen semakin meluas. Desainer-desainer ternama bergiliran memamerkan koleksi busana dengan bahan dasar kain tradisional Indonesia di berbagai panggung fesyen dunia.
Namun, kadang banyaknya permintaan konsumen belum dibarengi dengan kesiapan pengrajin kain daerah. Padahal, kain-kain tradisional itu pengerjaannya sebagian besar dengan tangan, entah itu tenunan, songket, atau batik.
Novita Hardini, istri Wakil Bupati Trenggalek mengakui bahwa kesiapan pengrajin menjadi salah satu tantangan tersendiri.
Adapun kain Trenggalek menjadi salah satu kain daerah yang dibawa ke London Fashion Week 2018 oleh desainer busana muslim Lia Afif.
"Tantangan terbesar kami adalah ketika kami sudah memulai langkah ini, memasarkan ke tingkat dunia tantangannya adalah apakah pengrajin batik akan siap bilamana ada permintaan yang meningkat," ujar Novita saat ditemui seusai konferensi pers di Tartine, Fx Sudirman, Senayan, Jakarta, Rabu (14/2/2018).
Untuk pengrajin kain di Trenggalek, misalnya, Novita sudah meminta agar mereka siap dengan permintaan kain yang kemungkinan meningkat. Mereka juga diminta siap untuk memproduksi tiga kali lipat jumlah kain dari jumlah yang biasa mereka produksi.
"Kami sempat tanya berlama lama pembuatan satu lembar batik, katanya satu minggu. Jadi kalau ada permintaan banyak saya bilang kepada para pengrajin kalau bisa dalam seminggu tiga batik," kata dia.
Sementara itu, desainer Tuty Adib menilai peran dan dukungan pemerintah daerah sangat penting untuk memajukan industri fesyen daerah.
Tuty yang akan membawa kain tradisional Payakumbuh ke London Fashion Week mengaku senang dengan dukungan pemda Payakumbuh yang sudah cukup besar di bidang tersebut. Salah satunya dengan mendirikan rumah tenun.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.