Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Seni dan "Taste", Bentengi Kopi Tradisional dari Gempuran Kopi Modern

Kompas.com - 19/02/2018, 12:00 WIB
Nabilla Tashandra,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

Sebab, banyak komunitas yang rutin berkunjung ke Kopi Johny. "Jadi saya tidak bicara bisnis, bicara hobi saja dengan mereka," kata pria asal Manado itu.

Johny mengaku tak pernah bertanya soal kopinya ke pelanggan. Sebab, jika ia bertanya pelanggan akan cenderung mengatakan enak meskipun mereka merasa tidak suka.

Kritik dan masukan spontan adalah yang dibutuhkannya.

Masukan yang diberikan menurut dia sangat penting untuk semakin memerbaiki kualitas dan pelayanan.

"Saya tidak mau bertanya hanya untuk mendapatkan pujian. Yang saya butuhkan betul-betul kritikan, masukan untuk mengubah saya punya kualitas dan pelayanan," kata dia.

Interaksi rupanya menjadi salah satu ciri khas yang dimiliki kedai-kedai kopi tradisional dan disukai oleh sejumlah penikmat kopi.

Putri (24), misalnya, ia lebih senang datang ke kedai-kedai kopi yang bukan gerai besar dan tersebar di mana-mana. Pengalaman menjadi salah satu "poin" yang dicarinya.

Mulai dari penamaan kopi yang unik, kesempatan ngobrol dengan barista atau pemilik kedai kopi, hingga cerita-cerita unik yang didapatkannya.

"Kadang ceritanya unik. Ada yang lagi bepergian, nyasar, terus nemu tempat yang kayaknya bisa jadi lokasi usaha, lalu bikin deh kedai kopi," kata Putri.

"Ada juga yang sarjana Geologi dan sebenarnya bisa cepat kaya kalau kerja sesuai jurusan waktu kuliah, tapi karena passionate sama kopi ditekunin buka usaha walaupun modalnya gede, dan lama balik untung," tambah dia.

Penikmat kopi lainnya, Eko (28) mengaku merasakan sensasi tersendiri pada cara minum tradisional.

Menurut dia, cara penyajian kopi modern kadang terlalu banyak air. Selain itu, banyak yang tidak menggunakan kopi lokal.

Menjamurnya kedai kopi modern menurut Eko, justru bisa membuat penikmat kopi bosan karena cenderung menjual tempat ketimbang kopi yang enak.

"Kopi tradisional lebih ada sensasinya dibandingkan minum kopi modern. Kopi lokal lebih punya rasa," ucap Eko.

Sementara itu, Gilang (25) mengaku lebih suka kopi tradisional karena memiliki beragam cita rasa dan penyajian manual (manual brew) yang bisa dipilih sesuai selera.

Interaksi dengan pemilih kedai, barista atau sesama pengunjung yang lebih intens di kedai kopi tradisional juga menjadi nilai tambah tersendiri.

Meskipun hal sama juga bisa dilakukan di beberapa kedai kopi modern, namun menurut dia tetap ada perbedaan.

Meski saat ini kedai-kedai kopi modern terus bermunculan, Gilang meyakini kedai kopi tradisional akan tetap memiliki tempat di hati masyarakat.

"Kedai kopi tradisional masih mempunyai tempat kok di masyarakat."

"Justru pengolahan secara tradisional itu yang menjadi ciri khas. Itu bisa menjadi salah satu objek wisata di daerah," kata Gilang.

Baca juga: 4 Manfaat Tak Terduga Minum Kopi Sebelum Olahraga

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com