Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kisah Tutut, Perempuan yang Menari 24 Jam "Non Stop" di Solo

Kompas.com - 30/04/2018, 17:30 WIB
Ariska Puspita Anggraini,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

SOLO, KOMPAS.com - Dalam rangka memperingati Hari Tari Sedunia yang jatuh setiap tanggal 29 April, Institut Seni Indonesia Surakarta menggelar acara bertajuk "Solo 24 Jam Menari".

Sesuai judulnya, acara ini diselenggarkan selama 24 jam "non stop", dan dimeriahkan oleh ribuan penari dari berbagai daerah, bahkan mancanegara.

Secara khusus, ada tiga penari wanita menari selama 24 jam tanpa henti dalam event tahunan tersebut.

Wirastuti Susilaningtyas adalah salah satu penari yang berhasil menaklukan tantangan menari 24 jam tersebut. Dia juga membawakan karya pribadinya.

Berjudul 'Dawai Sunyi', Tutut -sapaan akrab Wirastuti Susilaningtyas- mencoba menceritakan kisah wanita yang kesepian, karena harus berpisah dengan sang kekasih.

"Saya terinspirasi dari kisah Ramayana, di mana Shinta harus berpisah dengan Rama," ucap wanita 35 tahun tersebut.

Bagi Tutut, kisah Ramayana mampu menggambarkan cinta tulus dari seorang wanita yang tak mampu memeluk kekasihnya.

Wanita asli Solo ini mengakui adanya nuansa kepedihan dalam karyanya.

Ia mencoba menginterpretasi perasaan seorang wanita yang berada dalam sebuah ruangan penuh keindahan, namun tak dapat menemukan kebahagiaan di dalamnya.

Sebagai bukti totalitas dalam menjiwai nuansa kesedihan ini, Tutut juga melakukan distorsi pada suaranya.

"Jadi, bernyanyi pun saya sudah tak lagi indah."

"Ini seperti bagian dari emosional saya yang ingin memeluk dan memanggil kekasih tapi tak bisa saya lakukan," tambah dia.

Dia mengaku, menari telah menjadi hal yang luar biasa. Berhasil mendapatkan empati dari penonton lewat gerakan tubuh, sudah menjadi honor besar baginya saat menari.

Maka tak heran jika wanita lulusan Institut Seni Indonesia Surakarta ini berhasil menaklukkan tantangan 24 jam menari ini.

"Saya sudah terbiasa menari. Persiapan saya untuk menaklukan tantangan 24 jam menari ini, yah, cuma latihan setiap hari, " ucapnya sembari terus menggerakkan tubuhnya.

Wanita yang telah menggeluti dunia tari sejak umur sembilan tahun ini sudah berhasil menunjukan jiwa seninya hingga ke berbagai belahan dunia.

Baca: Kisah Wati dan Wida, Kartini Kembar dalam Dunia Pedalangan

"Kalau karya saya sendiri sudah pernah ditampilkan di Singapura dan Serbia. Kebetulan tahun lalu saya juga sudah tur keliling Eropa untuk menari," aku Tutut.

Bergabung dengan Solo Dance Studio di bawah bimbingan Eko Supriyanto -koreografer Indonesia yang pernah berkerja sama dengan diva internasional Madonna- hidup Tutut pun berubah. 

Bergabung sejak tahun 2003, Tutut mengaku banyak menggali dan menemukan pengamalan dalam dunia seni tari.

"Yah, penghasilan saya sebagai seniman murni juga bisa mencukupi kebutuhan. Alhamdulillah, nggak pernah kekurangan," ucapnya.

Selain mampu memenuhi kebutuhan hidupnya, Tutut merasakan adanya manfaat lain yang membuatnya semakin mantap mendalami dunia tari.

"Percaya atau tidak, banyak teman-teman saya yang bilang saya dari dulu nggak pernah berubah. Awet muda gitu kata mereka," tambah Tutut.

Tutut berharap agar generasi muda juga turut mengpresiasi dan tak takut untuk terjun dalam dunia seni tari.

Menurut dia, menari bukan sekadar menggerakkan tubuh. Melainkan salah satu cara membaca dunia yang mampu memberi penghidupan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com