Hal tersebut karena hormon oksitosin meningkat sehingga merasa lebih tenang.
Lantas, bagaimana yang harus dilakukan masyarakat yang tetap ingin membantu pemberian susu formula kepada para korban bencana?
Menurut Nia, respons yang muncul tersebut dikarenakan masyarakat kurang memahami risiko pemberian susu formula.
Ia menjelaskan, penyaluran bantuan susu formula lebih baik disalurkan melalui dinas kesehatan, bukan diberikan secara langsung kepada masyarakat korban bencana.
Pemberian susu formula kepada anak tidak dapat dilakukan secara sembarangan.
Berikut beberapa tips yang diberikan oleh Nia:
1. Pendataan oleh Dinas Kesehatan (dinkes)
Dinkes melakukan pendataan mengenai jumlah ibu dan anak yang masih membutuhkan bantuan susu atau tidak.
"Karena kalau semua ngasih formula ga diatur dinkes, kejadiannya waktu kayak di Jogja. Ibu-ibu yang tadinya nyusuin, karena ada susu formula gratis, dia jadi ga nyusuin anaknya. Dia ganti ke formula, malah anaknya diare," kata Nia.
"Makanya diatur dalam satu pintu, supaya dinkes bisa mendata. Kalau misal disusui butuh pendampingan konselor atau tidak. Berapa ibu yang butuh support relaktASI," lanjut dia.
2. Penyaluran susu formula
Dari pendataan tersebut, kata dia, bantuan susu formula akan tersalur secara tepat.
"Berdasarkan pengalaman, contohnya waktu gempa di Jogja. Itu benar-benar orang memberikan bantuan datang langsung ngasih susu formula, ada juga yang mau expired yang dikasih," ujar Nia.
3. Memisahkan tenda antara ibu menyusui dan ibu yang tidak menyusui
4. Di dapur umum, disiapkan botol sesuai standar penggunaan (steril). Selain itu, disiapkan air panas bersih.