Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

10 Tahun Perjalanan Cotton Ink, Berawal dari Facebook dan Modal Minim

Kompas.com - 08/10/2018, 06:10 WIB
Nabilla Tashandra,
Wisnubrata

Tim Redaksi

It’s about time, lah. Mudah-mudahan dalam tiga tahun ini kami sudah bisa jangkau lebih jauh untuk offline store,” kata Ria.

Melawan ego pribadi dan inovasi kompetitor

Carline dan Ria memang sudah sejak lama berteman. Namun, ketika memulai bisnis bersama keduanya juga menghadapi berbagai tantangan sebagai rekan bisnis. Mulai dari perbedaan argumentasi, komunikasi yang kurang lancar, hingga pertengkaran.

Gesekan tersebut seringkali berawal dari kritik kinerja yang dianggap sebagai hal personal.

Keduanya kemudian menyadari bahwa perlu ada penyesuaian ketika hubungan mereka berubah dari pertemanan biasa menjadi rekan bisnis.

Gesekan-gesekan ternyata muncul karena saat itu belum ada pembagian tugas yang adil sehingga keduanya kerap melakukan pekerjaan yang sama.

Mereka pun melakukan pembagian tugas. Carline mengurusi bagian desain dan produksi, sedangkan Ria mengurusi bagian marketing dan branding.

“Ketika dipisahkan, semuanya lebih lancar. Mengutip kata Ria, berantem itu sehat asalkan outputnya menjadi sebuah konklusi jangan jadi berantem dan marah-marahnya saja,” ucap Carline.

Seiring berjalannya waktu, semakin banyak pesaing bermunculan. Sekarang kita juga bisa melihat banyak sekali orang yang berjualan pakaian lewat media sosial. Tak mesti memproduksinya sendiri, kita bahkan bisa mulai menjual pakaian dengan menjual produk orang.

Carline dan Ria bersyukur mereka memulai bisnis di waktu yang tepat, tidak seperti sekarang dimana memulai bisnis jauh lebih mudah. Sehingga, untuk memulai bisnis seperti hari ini ini diperlukan konsep dan strategi penetrasi market yang sangat matang.

Meski begitu, mereka tak hanya mengandalkan faktor keberuntungan. Sebab, banyak pula rekan seperjuangan mereka saat itu yang kini bertumbangan dan tidak melanjutkan bisnisnya.

Inovasi, kata Carline, adalah kunci keberhasilan tersebut.

Sustainability adalah yang paling susah. Jual, bikin baju bahkan reseller bisa, tapi apakah toko itu bisa bertahan hingga 10 tahun lagi? Visi kami jelas mau jadi Indonesian local brand yang bisa dibanggakan,” kata Carline.

Dalam membuat setiap busana, Cotton Ink masih melalui revisi demi revisi untuk menghasilkan pakaian yang terbaik.

Carline mengatakan, Cotton Ink selalu berusaha menciptakan pakaian yang akan membuat pelanggannya tampil sempurna dan tidak membuat para perempuan merasa gendut memakai pakaian tersebut.

“Kami tahu perempuan punya ukuran tubuh yang berbeda-beda. Kami ingin ketika baju itu sampai ke customer, mereka bisa merasa menjadi dirinya yang terbaik dan membuat percaya diri,” tutur Carline.

Cerita 10 tahun Cotton Ink membuat kita semua belajar bahwa siapa saja bisa bermimpi dan mimpi itu tak mustahil untuk dicapai asalkan diiringi oleh kerja keras.

“Istilahnya kami ingin jadi Zara, H&M-nya Indonesia. Jauh sih, tapi harus ada yang bisa melakukan dan bisa memberikan style, kualitas yang bersaing,” ucap Carline.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com