Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Benarkah Minum Alkohol Picu Munculnya Rasa Lapar?

Kompas.com, 10 April 2019, 08:36 WIB
Ariska Puspita Anggraini,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Rasa lapar biasanya datang usai mengonsumsi alkohol. Ternyata, ada alasan ilmiah di balik semua ini.

Menurut peneliti di Pennsylvania State University College of Medicine menyebut, kondisi itu muncul karena adanya dua perilaku yang dihubungkan oleh spot di otak.

Riset yang dipublikasikan di American Physiological Society ini dilakukan dengan menilai pola makan dan minum dari tiga kelompok tikus jantan.

Kelompok tikus pertama diberi diet tinggi lemak terus menerus, dan diberi akses terbatas kepada air yang telah dicampur dengan alkohol.

Baca juga: Cerita Koktail Jagung Bakar Menuju Kompetisi Dunia di Glasgow...

Kelompok tikus kedua diberi "makanan tikus normal" dan juga akses terbatas pada air yang dicampur dengan alkohol.

Kelompok tikus ketiga diberi akses terbatas dengan diet tinggi lemak dan campuran alkohol.

Kondisi pada kelompok terakhir menyebabkan tikus mengikuti para tikus yang memiliki pola makan tak terkontrol, atau oleh peneliti disebut dengan "binge diet".

Ketiga kelompok tikus diberi air minum selama percobaan.

Riset ini dilakukan selama delapan minggu, dengan rasio alkohol terhadap air dalam campuran yang diberikan pada tikus meningkat dari 10-20 persen.

Baca juga: Mengatasi Perut Buncit akibat Kebanyakan Alkohol

Ditemukan, kelompok tikus yang mengikuti "binge diet" juga minum lebih banyak alkohol daripada air selama percobaan.

Para peneliti menyatakan, tikus-tikus ini menunjukkan preferensi yang jelas untuk alkohol.

Di sisi lain, tikus yang tidak mengikuti "binge diet" mengonsumsi lebih sedikit alkohol selama penelitian.

Memang, hubungan antara minum alkohol dan pesta makan pada manusia memang membutuhkan penilaian lebih lanjut.

Namun, temuan ini dianggap mampu menunjukkan hubungan antara konsumsi alkohol dan makanan yang berlebihan.

Peneliti mengatakan, obesitas dan kencanduan alkohol, dua gangguan kronis yang paling umum, khususnya di Amerika Serikat.

Fenomena ini mungkin terkait secara perilaku akibat pola makan, seperti pola makan tinggi lemak, dan konsumsi alkohol berlebihan, yang mempengaruhi area saraf yang sama.

Caitlin Coker, selaku pemimpin riset menyebut, riset ini dapat terbukti bermanfaat di masa depan, meski dilakukan lewat media tikus.

Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang



Terkini Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Unduh Kompas.com App untuk berita terkini, akurat, dan tepercaya setiap saat
QR Code Kompas.com
Arahkan kamera ke kode QR ini untuk download app
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Komentar di Artikel Lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Apresiasi Spesial
Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme KOMPAS.com
Kolom ini tidak boleh kosong.
Dengan mengirimkan pesan apresiasi kamu menyetujui ketentuan pengguna KOMPAS.com. Pelajari lebih lanjut.
Apresiasi Spesial
Syarat dan ketentuan
  1. Definisi
    • Apresiasi Spesial adalah fitur dukungan dari pembaca kepada KOMPAS.com dalam bentuk kontribusi finansial melalui platform resmi kami.
    • Kontribusi ini bersifat sukarela dan tidak memberikan hak kepemilikan atau kendali atas konten maupun kebijakan redaksi.
  2. Penggunaan kontribusi
    • Seluruh kontribusi akan digunakan untuk mendukung keberlangsungan layanan, pengembangan konten, dan operasional redaksi.
    • KOMPAS.com tidak berkewajiban memberikan laporan penggunaan dana secara individual kepada setiap kontributor.
  3. Pesan & Komentar
    • Pembaca dapat menyertakan pesan singkat bersama kontribusi.
    • Pesan dalam kolom komentar akan melewati kurasi tim KOMPAS.com
    • Pesan yang bersifat ofensif, diskriminatif, mengandung ujaran kebencian, atau melanggar hukum dapat dihapus oleh KOMPAS.com tanpa pemberitahuan.
  4. Hak & Batasan
    • Apresiasi Spesial tidak dapat dianggap sebagai langganan, iklan, investasi, atau kontrak kerja sama komersial.
    • Kontribusi yang sudah dilakukan tidak dapat dikembalikan (non-refundable).
    • KOMPAS.com berhak menutup atau menonaktifkan fitur ini sewaktu-waktu tanpa pemberitahuan sebelumnya.
  5. Privasi & Data
    • Data pribadi kontributor akan diperlakukan sesuai dengan kebijakan privasi KOMPAS.com.
    • Informasi pembayaran diproses oleh penyedia layanan pihak ketiga sesuai dengan standar keamanan yang berlaku.
  6. Pernyataan
    • Dengan menggunakan Apresiasi Spesial, pembaca dianggap telah membaca, memahami, dan menyetujui syarat & ketentuan ini.
  7. Batasan tanggung jawab
    • KOMPAS.com tidak bertanggung jawab atas kerugian langsung maupun tidak langsung yang timbul akibat penggunaan fitur ini.
    • Kontribusi tidak menciptakan hubungan kerja, kemitraan maupun kewajiban kontraktual lain antara Kontributor dan KOMPAS.com
Gagal mengirimkan Apresiasi Spesial
Transaksimu belum berhasil. Coba kembali beberapa saat lagi.
Kamu telah berhasil mengirimkan Apresiasi Spesial
Terima kasih telah menjadi bagian dari Jurnalisme KOMPAS.com
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com
atau