Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

"Jangan Jadikan Kasus Pengeroyokan di Pontianak Sebagai Tontonan"

Kompas.com - 13/04/2019, 13:00 WIB
Nabilla Tashandra,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Beberapa hari terakhir publik dihebohkan dengan kasus pengeroyokan AD (14), siswi SMP oleh sekelompok siswi SMA di Pontianak, Kalimatan Barat.

Bahkan, muncul petisi di change.org yang pada intinya meminta keadilan terhadap korban.

Hingga Jumat (12/4/2019) malam, lebih dari 3,75 juta orang telah menandatangani petisi tersebut.

Aktivis gender dan HAM, Tunggal Pawestri melihat sorotan masyarakat terhadap kasus tersebut sebetulnya sudah terlalu jauh.

Padahal, kasus kekerasan terhadap perempuan menurut dia, bukanlah kasus yang hanya terjadi 1-2 kali, melainkan kasus yang sering terjadi dan terjadi di banyak tempat.

"Isu Pontianak ini sudah overwhelmed, sudak terlalu banyak orang-orang yang menurut saya mengangkat sesuatu yang sebenarnya sudah tidak relevan lagi dengan kasusnya."

Baca juga: 5 Fakta Kasus Pengeroyokan Siswi SMP di Pontianak

Hal itu diungkapkan Tunggal ketika ditemui di kawasan Kuningan, Jakarta Selatan, Jumat (12/4/2019) kemarin.

Beberapa orang bahkan turut membagikan wajah dan akun media sosial para pelaku, sehingga mereka ikut dirundung oleh masyarakat luas.

Kondisi itu, menurut Tunggal, membuat kasus tersebut dipandang secara tidak proporsional.

Padahal, para pelaku juga masih masuk ke usia anak dan dilindungi secara undang-undang.

"Pengelihatan saya kok peristiwa ini kayak jadi tontonan atau sirkus," ucap dia.

Menurut dia, semua pihak harus berhati-hati dalam mempresentasikan kasus tersebut di depan publik.

Jika bicara soal dukungan untuk perempuan, kata dia, dukungan yang diberikan haruslah otentik dan sungguh-sungguh.

Bagi masyarakat umum, Tunggal menyarankan beberapa hal.

Baca juga: Mendikbud Sebut Siswi SMP Korban Pengeroyokan di Pontianak Baik dan Cerdas

Pertama, masyarakat perlu lebih proporsional dalam melihat persoalan apa pun. Termasuk persoalan Pontianak ini.

"Tahan diri untuk tidak komentar kalau kita tidak tahu persoalan sebenarnya," kata Tunggal.

Kedua, menyerahkan kepada orang-orang berkompeten untuk berkomentar atas kasus tersebut.

Misalnya, orang-orang yang bergelut pada isu anak dan perempuan.

"Mendukung perempuan mungkin juga dengan cara tidak kasih komentar-komentar yang negatif atau justru melemahkan posisi perempuan sendiri," ujar dia.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com