Sebagai manusia, kita cenderung ingin memiliki kontrol atas domain kita. Namun, ketika domain tersebut sudah melibatkan orang lain hal itu menjadi cukup rumit.
Apa dampaknya jika orangtua selalu ingin memastikan anaknya terlindungi atau mereka menganggapmu pahlawan mereka karena selalu menyelamatkan mereka?
Dalam jangka pendek kita mungkin tidak akan melihat anak kecewa. Namun dalam jangka panjang justru akan memberi lebih banyak bahaya ketimbang kebaikan.
Kebutuhan untuk memastikan kebahagiaan anak adalah hal yang egois.
Baca juga: 6 Trik untuk Menjadi Orangtua yang Lebih Baik
Keinginan untuk mengontrol pada level yang ekstrem tersebut cenderung membuat dirimu sendiri nyaman, bukan membuat anak berkembang.
Memberikan yang terbaik bagi anak terkadang bisa dengan membiarkan mereka terjatuh, menangis dan merasa putus asa ketika ditolak atau menghadapi kenyataan pahit.
3. Jangan tunggu waktu untuk mengajari anak tentang uang
Sistem pendidikan semakin maju, namun tidak ada yang mengajari finansial pribadi secara lebih khusus. Padahal, hal ini penting bagi semua orang.
Kontributor Forbes, H.V. MacArthur, yang menulis artikel ini, merasa cukup beruntung karena meskipun tidak lahir dari keluarga kaya, orangtuanya tidak lupa mengajarinya bagaimana membayar tagihan, mengatur kartu kredit, dan mengatur hal finansial lainnya.
Sejak usia lima tahun, ia sudah diajari untuk mengatur uang keluar dan masuk. Sejak belajar menulis, ia sudah mulai belajar mengisi daftar pembelian peralatan rumah tangga.
MacArthur kini tak punya kesulitan soal mendiskusikan keuangan, namun banyak orang mengalaminya.
Memahami bahasa-bahasa finansial dan bagaimana mengaturnya sangat penting terhadp kesuksesan seseorang.
Jadi, orangtua tak perlu menunggu sekolah mengajarinya pada anak.
Mulailah dari rumah. Ajari anak sehingga ketika mereka dewasa kelak sudah terbiasa dengan pengaturan keuangan yang baik.
4. Meminjamkan uang seperti bank