KOMPAS.com - Masyarakat dihimbau untuk tidak mudah melabeli anak dengan istilah nakal berdasarkan perilakunya. Hal ini dianggap dapat berpengaruh buruk hingga jangka panjang.
Anak-anak masih dalam proses perkembangan dan pendewasaan. Mereka masih belum memahami kondisi sekitarnya dan penuh energi, sehingga perilaku kadang tak bisa diatur.
Proses ini seharusnya dipahami dan direspon oleh lingkungan sekitarnya dengan tepat agar hasilnya positif.
Sayangnya, lingkungan kerapkali melabeli anak yang aktif dan sulit diberitahu dengan istilah nakal.
Baca juga: Cara Mengatasi Perilaku Anak Nakal tanpa Perlu Memarahinya
Resnia Novitasari, S.Psi., MA., dosen Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia (UII) menekankan pentingnya berhati-hati dalam melabeli anak.
"Dalam bahasa lain, (label) itu menjadi doa atau harapan yang diucapkan bagi anak," jelasnya kepada Kompas.com pada Rabu (19/05/2021).
Dalam ilmu psikologi, ia menerangkan ada istilah self fulfilling prophecy yang cocok untuk kebiasaan pelabelan ini.
Maksudnya, label yang diberikan akan diyakini oleh anak menjadi bagian dari dirinya. Dampaknya ialah cenderung akan semakin melakukan perilaku sesuai label yg disematkan oleh lingkungan.
Baca juga: Cara Menghadapi Perilaku Nakal Balita, Sabar Saja Tidak Cukup
Menurutnya, anggapan anak nakal yang selama ini berkembang di masyarakat masih sangat subjektif. Seringkali sebutan ini belum tentu koheren dengan perilaku sebenarnya.
Pakar psikologi perkembangan ini menerangkan tidak ada definisi soal anak nakal. Hal yang ada adalah anak yang melanggar aturan atau norma, agresif pada lingkungan sosial, atau pada tingkat yang ekstrem mengalami gangguan emosional dan perilaku.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.