KOMPAS.com - Demam berdarah dengue (DBD) dan Covid-19 memiliki beberapa gejala yang mirip, termasuk demam.
Meskipun keduanya sama-sama menunjukkan gejala demam, sebetulnya polanya berbeda.
Lalu, bagaimana cara membedakannya?
Mengutip rilis Kementerian Kesehatan RI, berikut perbedaan demam pada DBD dan Covid-19:
Perwakilan Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) Dr dr Erni Juwita Nelwan, SpPD, KPTI menjelaskan, pada demam dengue, fase demam terjadi akibat diremia. Artinya, ada virus yang beredar di dalam darah.
Demam seperti ini sulit diturunkan oleh obat karena penyebab demamnya terus ada di dalam darah, biasanya hingga lebih kurang 3 hari.
Pasien biasanya mengonsunsi obat penurun panas. Demam memang akan turun, namun biasanya tak lama setelah itu demam akan kembali naik.
''Jadi demam pada demam berdarah itu sulit diturunkan dengan obat turun panas. Pasien akan banyak berkeringat karena efek samping dari obat turun panas tersebut, dia berusaha menurunkan panas tapi di satu sisi penyebab demamnya ada terus di dalam darah."
Demikian diungkapkan Erni pada Konferensi Pers Asen Dengue Day 2021, seperti dikutip laman resmi Kemenkes RI.
Ia menambahkan, pada demam berdarah pola demamnya kerap kali mendadak dan langsung tinggi.
Sementara demam Covid-19 dapat disertai dengan gejala respirasi yang lebih dominan, seperti sesak napas, batuk, susah menelan, hingga anosmia atau tidak bisa mencium bau.
Baca juga: Gejalanya Mirip, Ini 4 Perbedaan Demam Berdarah dan Covid-19
Sebelum mengalami demam, pasien DBD akan melalui masa inkubasi terlebih dahulu selama 5-10 hari.
Jadi, penularannya tidak terjadi seketika.
Adapun masa inkubasi adalah fase saat virus masuk ke dalam darah namun belum menimbulkan gejala sampai jumlah virus cukup banyak dan beredar di dalam darah, kemudian menimbulkan penyakit atau demam.
Sementara pada Covid-19, demam terjadi di minggu pertama. Kemudian, di hari ke-5 hingga ke-7 pasien biasanya mulai menunjukkan gejala respiratori seperti sesak, batuk, dan pilek.