KOMPAS.com - Perunggu pernah dikaitkan dengan kekayaan dan kebangsawanan. Dahulu perunggu adalah bahan mewah yang dipakai untuk perapian, furnitur, jam, dan benda lain milik para bangsawan, sebelum akhirnya ditinggalkan.
Namun belakangan ini material perunggu kembali banyak dipakai dalam pembuatan arloji, baik itu arloji mewah keluaran terbatas maupun produk kelas menengah.
Padahal perunggu, yang notabene merupakan campuran logam timah dan tembaga, kerap dianggap memiliki kelemahan, di mana bagian permukaan material itu rentan mengalami korosi atau perubahan warna akibat reaksi kimia.
Namun korosi tersebut sebenarnya justru melindungi lapisan logam yang berada di bagian bawah agar terhindar dari kerusakan lebih lanjut.
Fenomena ini terjadi secara alami dan mencegah karat, tidak seperti baja, yang dapat berkarat hingga seluruh bagiannya hancur.
Itu sebabnya, perunggu banyak dipakai sebagai logam untuk perangkat kelautan serta jam tangan karena sifat material perunggu yang tahan terhadap reaksi dari air laut.
Baca juga: Inovasi Omega pada Arloji yang Pernah ke Bulan
Pada Seamaster 300 Bronze Gold, watchmaker Swiss itu mengembangkan campuran perunggu dan emas yang mampu bertahan terhadap korosi, termasuk di bagian permukaan material.
Head of Product Management di Omega, Gregory Kissling menjelaskan cerita di balik "kelahiran" Seamaster 300 Bronze Gold ini.
Langkah pertama perusahaan, menurut Kissling, tim desain Omega ingin menciptakan paduan atau campuran logam yang berbeda dari dua paduan emas yang sudah pernah dibuat Omega, sedna gold dan moonshine gold.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.