Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Medio by KG Media
Siniar KG Media

Saat ini, aktivitas mendengarkan siniar (podcast) menjadi aktivitas ke-4 terfavorit dengan dominasi pendengar usia 18-35 tahun. Topik spesifik serta kontrol waktu dan tempat di tangan pendengar, memungkinkan pendengar untuk melakukan beberapa aktivitas sekaligus, menjadi nilai tambah dibanding medium lain.

Medio yang merupakan jaringan KG Media, hadir memberikan nilai tambah bagi ranah edukasi melalui konten audio yang berkualitas, yang dapat didengarkan kapan pun dan di mana pun. Kami akan membahas lebih mendalam setiap episode dari channel siniar yang belum terbahas pada episode tersebut.

Info dan kolaborasi: podcast@kgmedia.id

Punya Rekan atau Keluarga yang Narsis? Berikut Tips Menghadapinya

Kompas.com - 28/01/2022, 07:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Oleh: Fauzi Ramadhan & Ikko Anata

DI LINGKUNGAN pertemanan, pasti kita memiliki teman yang gemar berswafoto hingga dilabeli sebagai orang narsis.

Biasanya, ia senang untuk mengekspresikan diri dan mengunggahnya di media sosial.

Akan tetapi, pelabelan tersebut tidak selamanya bukan hal yang tepat. Istilah narsis yang sebenarnya justru jauh lebih dalam daripada itu.

Merujuk artikel Psychology Today, istilah narsis berasal dari tokoh mitos Yunani, yaitu Narcissus. Narcissus merupakan pribadi yang sangat tampan.

Pada suatu hari, ia berjalan-jalan di hutan lalu menemukan sungai yang airnya tenang.

Kemudian, ia melihat refleksi wajah tampannya di permukaan sungai dan sangat mencintai apa yang ia lihat.

Ia tidak berhenti melihat refleksi ketampanannya. Meskipun kehausan, Narcissus tidak ingin merusak refleksinya sehingga berakhir mati kehausan di pinggir sungai.

Dari situ, istilah narsisme mulai dikenal sebagai tindak laku mencintai diri sendiri.

Di era modern, istilah narsis–yang kemudian secara teoritis disebut narsisme–adalah perasaan cinta kepada diri sendiri secara berlebihan.

Secara perkembangan manusia, dilansir dari Britannica, Sigmund Freud mengungkapkan bahwa narsisme adalah fenomena normal di perkembangan anak-anak, tetapi menjadi suatu gangguan ketika sudah melewati masa pubertas.

Apabila sifat narsisme tidak dikendalikan dengan baik, dikhawatirkan akan membuat seseorang mengalami Narcissistic Personality Disorder (NPD).

Mengutip artikel yang dipublikasi Mayo Clinic, NPD merupakan gangguan kepribadian tentang kecenderungan untuk memiliki perasaan kekaguman yang berlebih terhadap diri sendiri hingga akhirnya haus akan atensi.

Kemudian, dari kecenderungan tersebut, penderita NPD umumnya akan mengalami masalah dalam hubungan karena kurangnya empati kepada sesama.

Akan tetapi, di balik gangguan kepribadian yang ekstrem ini, sebenarnya terdapat harga diri yang rapuh.

Ketika berhadapan dengan orang yang mengalami NPD, energi yang kita gunakan akan banyak terkuras karena sifat dominan para penderitanya.

Lantas, apa yang bisa kita lakukan ketika menghadapi penderita NPD? Berikut tips yang dapat dilakukan.

Mengatur batas ruang relasi

Hal ini diperlukan agar kita tetap bisa berelasi tanpa adanya perasaan negatif dengan penderita.

Kita bisa memilah cerita yang ingin dibagikan, mengatur apa yang ingin diberikan dan dapatkan, serta menjaga kesehatan mental agar tidak kelelahan dengan dominasi energi yang penderita miliki.

Jika situasi semakin buruk, maka ambillah jarak untuk mengistirahatkan diri sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Jangan ambil sesuatu secara personal

Dilansir dari Forbes Health, jangan lupa bahwa seseorang yang menderita NPD memerlukan penanganan khusus.

Maka dari itu, kita juga dapat memahami apa yang harus kita lakukan pada saat berinteraksi dengannya.

Hal penting yang harus dipahami adalah penderita NPD memiliki kecenderungan untuk tidak bisa dikritik dan akan mendominasi sesuatu.

Jadi, bersikaplah secara bijak dengan tak terlalu ambil pusing terhadap apa yang ia ucapkan.

Ingatkan mengunjungi profesional

Meskipun penanganan NPD tidak sekompleks penderita depresi dan gangguan kepribadian lainnya, mereka haruslah tetap dirujuk ke profesional apalagi ketika situasi sudah semakin buruk.

Akan tetapi, membujuk mereka menemui profesional bukanlah hal yang mudah. Sering kali penderita merasa dirinya baik-baik saja sehingga pergi menemui profesional bukanlah suatu urgensi.

Oleh karena itu, pendekatan persuasif secara asertif harus bisa dilakukan untuk melembutkan hatinya.

Pahami tidak terdapat penderita lainnya

Mengutip situs Mayo Clinic, kausalitas dari NPD masih belum diketahui secara umum, bahkan belum ada metode yang bisa digunakan untuk mencegahnya.

Hal ini juga diperkuat dengan berbagai studi yang belum sepakat menyatakan alasan utama seseorang mengidap NPD.

Akan tetapi, dalam beberapa kasus, NPD muncul akibat masa kanak-kanak yang mengalami pengalaman traumatis.

Penyebab lainnya adalah orangtua yang berlebihan memanjakan anak-anaknya. Selain itu, NPD juga diduga muncul akibat faktor genetik dan reaksi kimia di otak manusia.

Dengan memahami penderita dan penyebab yang muncul, kita dapat lebih bijak menanggapi mereka dan merangkulnya untuk pemulihan. NPD bisa dialami oleh siapa saja, termasuk orangtua.

Dalam siniar Anyaman Jiwa episode “Mengenali Narcissistic Parents”, secara lebih lanjut fenomena narsistik ini dibahas dalam lanskap personal, yaitu orangtua dan implikasinya kepada anak.

Dengarkan episode selengkapnya dengan mengakses tautan berikut https://spoti.fi/33OGcdM.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.



Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com