Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Uji Klaim Oki Setiana Dewi, Benarkah Perempuan Sering Lebay?

Kompas.com - 03/02/2022, 15:26 WIB
Sekar Langit Nariswari

Penulis

Sumber Upworthy

KOMPAS.com - Oki Setiana Dewi jadi trending topic di Twitter karena pernyataannya soal Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) dan lebay.

Dalam video lama yang dibagikan ulang ini, selebritas berhijab ini mengisahkan soal praktik KDRT antara pasangan suami istri.

Ia memuji tokoh perempuan di ceritanya yang menjadikan KDRT sebagai aib keluarga dan ditutupi dari orang lain.

Bukan malah bercerita soal kekerasan domestik yang dialaminya secara berlebihan, yang menurut Oki, banyak dilakukan perempuan lain.

"Kan kalau perempuan kadang-kadang suka lebay ceritanya enggak sesuai kenyataan, dilebih-lebihkan," katanya.

Pernyataannya ini tentu saja menuai respon keras dari netizen yang menganggap pesinetron ini melanggengkan praktik KDRT.

Selain itu, ia dinilai tidak berpihak pada korban KDRT dengan tudingan "lebay" tersebut.

Baca juga: 4 Fase KDRT yang Membuat Korbannya Sulit Melepaskan Diri

Benarkah perempuan sering lebay saat bercerita penderitaanya?

Stigma soal perempuan yang kerap bersikap lebay saat menceritakan penderitaannya, termasuk menjadi korban KDRT, rupanya bukan hanya dianut Oki Setiana Dewi saja.

Dikutip dari laman Upworthy, riset terbaru membuktikan baik laki-laki maupun perempuan mengatakan kaum hawa cenderung melebih-lebihkan seberapa banyak rasa sakit yang mereka alami.

Bias gender ini sebelumnya sudah sangat dikenal di dunia pengobatan dan kesehatan.

Namun studi yang diterbitkan di Journal of Pain menyatakan orang cenderung percaya bahwa wanita tidak menderita sebanyak yang sebenarnya.

Penelitian dilakukan ilmuwan dari AS, Prancis, dan China dengan sampel orang dewasa, baik laki-laki maupun perempuan.

Baca juga: Lebay Proteksi Diri Pakai Baju Hazmat Justru Bahaya, Apa Alasannya?

Studi ini melibatkan dua eksperimen, yang pertama dengan 50 peserta dan yang kedua dengan 197 orang. 

Peserta diminta menonton video pasien laki-laki dan perempuan yang mengalami nyeri bahu.

Mereka diminta mengamati ekspresi rasa sakit pasien dan menilai tingkat rasa sakitnya dalam skala 0-100.

Dalam kedua eksperimen tersebut, partisipan menganggap pasien perempuan mengalami rasa sakit yang lebih sedikit daripada laki-laki, bahkan ketika sebenarnya mengalami tingkat intensitas nyeri yang sama.

Pada seluruh sampel, perempuan cenderung meremehkan rasa sakit sesamanya, seperti halnya laki-laki.

Peserta juga ditanya bagaimana mereka akan meresepkan pengobatan untuk rasa sakit pasien jika mereka adalah dokter.

Baca juga: Baru Pacaran tetapi Mau Rayakan Valentine, “Lebay” atau Wajar?

Meskipun jumlahnya tidak berbeda secara drastis, perempuan lebih mungkin diberikan resep obat psikoterapi dengan perbandingan 42 persen dengan 38 persen bagi laki-laki.

Sementara laki-laki lebih cenderung diresepkan obat nyeri dibandingkan perempuan.

Mengapa perempuan sering dianggap lebay?

Menangis terlalu lama bisa melelahkan, menguras energi dan membuang waktu.PEXELS/LIZA SUMMER Menangis terlalu lama bisa melelahkan, menguras energi dan membuang waktu.

Ada alasan ilmiah di balik stigma perempuan yang disebut lebay dalam menyampaikan deritanya.

"Umumnya, anak laki-laki dilarang mengekspresikan emosi, sedangkan anak perempuan diizinkan untuk mengekspresikannya," demikian keterangan riset tersebut.

"Akibatnya, laki-laki dewasa mungkin lebih enggan untuk mengekspresikan rasa sakit dan kerentanan lainnya daripada perempuan."

Norma gender maskulin dikaitkan dengan toleransi rasa sakit yang tinggi dan ketabahan sedangkan norma gender feminin lebih permisif untuk mengekspresikan rasa sakit.

Dengan kata lain, karena orang menganggap laki-laki lebih banyak menyembunyikan emosinya. 

Baca juga: Kiat Tanggapi Teman Media Sosial yang “Lebay” Beropini soal Politik

Asumsinya, kaum Adam sebenarnya lebih menderita daripada yang ditunjukkan.

Sedangkan perempuan lebih ekspresif sehingga penderitaannya dianggap tidak seburuk yang dikatakan alias lebay.

Karena wanita lebih menunjukkan emosinya, asumsinya adalah bahwa rasa sakit mereka mungkin tidak seburuk yang mereka ungkapkan.

Paradoksnya, perempuan kerap dianggap melebih-lebihkan rasa sakitnya, atau disebut lebay, justru karena mereka lebih terbuka dan jujur tentang hal itu.

Anggapan yang bias gender ini berada di alam bawah sadar banyak orang dan sulit dihilangkan.

Maka dari itu, perlu adanya perubahan pola pikir bahwa perempuan sebenarnya tidak bersikap lebay.

Kaum hawa menggambarkan apa yang terjadi di tubuh mereka, sesuai dengan apa yang dirasakannya.

Rasa sakit itu subjektif, yang seharusnya menjadi alasan utama untuk tidak membuat penilaian sendiri tentang apa yang dialami orang lain.

Jika seorang wanita mengatakan tingkat rasa sakitnya adalah 7 dari 10 maka itulah yang dia maksud dan sama sekali bukan bersikap lebay.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com