Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Dr. Drs. I Ketut  Suweca, M.Si
PNS dan Dosen Ilmu Komunikasi STAH Negeri Mpu Kuturan Singaraja

Pencinta dunia literasi

Katakan Selamat Tinggal kepada Overthinking

Kompas.com - 26/05/2022, 10:52 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Kita akan mendekati kedua persoalan ini dengan pendekatan dikotomi kendali. Apakah yang dimaksud dengan dikotomi kendali?

Dikotomi kendali adalah ajaran filsuf aliran Stosisime yang mulai berkembang di Yunani pada abad ketiga sebelum Masehi dan kemudian merambah ke Romawi hingga ke berbagai belahan dunia.

Tokoh-tokohnya yang terkenal antara lain Zeno, Epictetus, Seneca, dan Marcus Aurelius.

Dikotomi kendali yang merupakan bagian terpenting dari filosofi Stoisisme atau disebut juga dengan Stoikisme adalah kemampuan untuk membedakan mana hal-hal yang bisa dikendalikan dan mana yang tidak.

Dengan kata lain, filsafat ini memberikan panduan bagaimana memahami apa yang bisa dikontrol dan apa yang uncontrollable.

Dijelaskan, dalam kehidupan ini ada hal-hal yang bisa kita kendalikan atau kontrol, ada juga hal-hal yang berada di luar kendali atau di luar kontrol.

Yang perlu kita pikirkan dan usahakan hanyalah segala sesuatu yang ada dalam kendali kita saja. Jangan memikirkan atau merisaukan semua hal yang di luar kendali atau kontrol kita.

Beranjak dari kasus pegawai yang merasa sudah bekerja keras tapi tak mendapatkan promosi seperti diilustrasikan di atas, aspek dikotomi kendali ini bisa membedahnya.

Hal yang bisa dikontrol atau dikendalikan oleh pegawai tersebut adalah cara pandang terhadap permasalahan dan usahanya untuk bekerja dengan sebaik-baiknya.

Tetapi, bekerja dengan baik saja tidak cukup. Ada unsur subjektivitas penilaian terhadapnya oleh pimpinan.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman Selanjutnya
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke