Serakah dalam konteks ini bermakna sebagai perilaku yang selalu mengambil lebih banyak terhadap apa yang bukan hak. Orang serakah menggerogoti hak pihak lain tanpa rasa bersalah.
Dengan rajin beryukur, orang akan terhindar dari perbuatan tercela. Ia pun merasa cukup dengan apa yang dimiliki dan apa yang menjadi haknya.
Bahkan, kepada mereka yang benar-benar memerlukan, pribadi seperti ini akan selalu siap memberikan pertolongan sesuai dengan kemampuannya. Pertolongan tanpa mengharapkan balasan.
Ketiga, tidak membandingkan diri dengan orang lain.
Ada orang suka membanding-bandingkan kepemilikannya dengan tetangga atau orang lain. Apa yang orang lain miliki atau beli, dia pun ingin memiliki dan membelinya kendati tidak dibutuhkan. Ada sikap dan perilaku ingin bersaing dan jor-joran dalam hal ini.
Sikap dan perilaku seperti ini tidak akan pernah membawa kepuasan atas apa yang sudah dimiliki, melainkan rasa tidak pernah puaslah yang kian berkobar.
Membandingkan diri dengan orang lain bisa juga menumbuhkan kesombongan, baik melalui kata-kata lisan atau sikap pamer. Mengapa?
Kesombongan bisa muncul karena merasa lebih kaya, lebih berpendidikan, lebih cantik/ganteng, atau lebih tinggi jabatan dibanding orang di sekitarnya.
Jika gagal mengendalikan diri, orang seperti ini bisa menjadi pribadi yang angkuh dalam pergaulan.
Keempat, lebih mudah menerima kenyataan.
Orang yang pandai bersyukur akan lebih mudah menerima kenyataan atau keadaaan. Tatkala sedang tertimpa musibah, dia bisa melihat bahwa di balik musibah itu ada hikmahnya.
Tatkala mengalami kegagalan, dia akan segera move on dari kegagalan tersebut.
Orang seperti ini bisa memahami bahwa ada hal-hal yang bisa dikendalikan, ada juga hal lain dalam yang tidak bisa dikontrol.
Terhadap hal-hal yang di luar kendalinya, dia serahkan saja kepada Tuhan. Ia hanya berusaha di bagian yang bisa diusahakannya.
Kelima, lebih banyak menerima karunia Tuhan.