KOMPAS.com - Dunia pendidikan Tanah Air kembali tercoreng.
Satu siswa Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Kotamobagu, Sulawesi Utara meninggal dunia karena diduga menjadi korban perundungan (bullying) oleh rekan-rekannya sesama pelajar.
Pada 13 Juni 2022, korban yang berinisial BT tersebut awalnya mengaku kesakitan di bagian perut.
Kemudian, orangtua korban membawanya ke sebuah rumah sakit di Kotamobagu.
Sempat dirujuk ke rumah sakit lain, pada Minggu (12/6/2022), BT dinyatakan meninggal dunia.
Baca juga: Mayoritas Pelaku Perundungan Anak adalah Temannya
Selain kasus BT, masih ada kasus lain di Indonesia di mana seorang siswa menjadi korban perundungan oleh teman sekolahnya, hingga akhirnya meninggal dunia.
Pertanyaannya, mengapa anak bisa menjadi pelaku perundungan?
Hal ini diungkap dalam satu studi pada 2015 berjudul The Social, Behavioral, and Emotional Correlates of Bullying and Victimization in a School-Based Sample.
Studi itu menunjukkan, alasan anak melakukan perundungan bisa disebabkan oleh kurangnya kontrol impuls, memiliki masalah dalam mengelola kemarahan, hingga balas dendam.
Lebih lanjut, inilah penyebab anak senang melakukan bullying terhadap temannya, berikut ini.
Anak remaja yang ingin memegang kendali atau memiliki kekuasaan rentan menjadi pelaku bullying.
Bisa jadi, anak tidak merasa mempunyai kekuatan apa pun dalam hidup mereka, sehingga mereka berusaha memeroleh kekuatan itu melalui interaksi sosial.
Anak dengan keinginan untuk memegang kendali atau berkuasa cenderung memilih berinteraksi dengan orang lain asalkan sesuai keinginan mereka.
Jika ada sesuatu yang tidak sesuai, anak akan melakukan penganiayaan.
Sementara itu, anak remaja yang terlibat dalam agresi relasional --perilaku yang disengaja untuk merusak hubungan atau status sosial seseorang-- juga kemungkinan haus akan kekuasaan.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.