Itulah yang mendorong kita untuk turut "menari" guna memenuhi apa yang diinginkan oleh Tuhan dan dunia dari kita. Hanya diri kita sendiri yang bisa mendengarkan "panggilan musik" dari jiwa kita.
Itulah mengapa tidak ada orang lain yang bisa menggantikan kita untuk menemukan, menyadari, dan menjalani panggilan hidup.
Di sepanjang tahun 2016, saya mengambil cuti sabatikal selama setahun penuh. Secara sengaja saya menikmati waktu jeda untuk mengetahui apa yang benar-benar saya inginkan dalam hidup.
Berbagai aktivitas pun saya nikmati. Mulai dari mengelilingi beberapa pulau Indonesia, mencoba berbagai hal baru, meminta bantuan psikolog, mengikuti berbagai asesmen bakat dan kepribadian, hingga mewawancarai sejumlah orang Indonesia yang telah menemukan panggilan hidupnya.
Salah satu "buah" dari sabatikal itu adalah terbitnya buku The Calling: Rahasia Menyadari Apa yang Benar-Benar Anda dan Tuhan Inginkan.
Berikut adalah beberapa tips yang dapat membantu kita untuk menyadari panggilan hidup.
Pertama, mencoba banyak hal baru. Dengan mencoba banyak hal baru membuat pengalaman kita berwarna. Kita akan memahami apa saja aktivitas yang membuat kita bahagia maupun apa saja pekerjaan yang membuat kita berharga.
Baca juga: Glancing Through Life, Mencari Makna Hidup
Kelak, kita akan memutuskan untuk fokus pada satu atau dua bidang yang kita anggap membahagiakan ketika dilakukan, bermanfaat untuk orang banyak, menyejahterakan secara finansial, dan sesuai dengan minat dan bakat kita.
Kedua, menemukan masalah untuk dipecahkan. Mengapa banyak orang yang sukses secara duniawi tidak bahagia hidupnya? Karena orientasi bekerjanya adalah untuk keuntungan pribadi.
Berangkat dari situ, kita bisa mengubah pola pikir kita tentang berkarya. Cobalah untuk menyelesaikan masalah di sekitar kita. Semakin besar values yang kita persembahkan, semakin besar pula peluang kita untuk "merasa" bermakna.
Dalam konteks ini kunci kesuksesan kita bukan semata-mata diukur dari cuan yang diraup, namun seberapa banyak orang yang merasa terbantu oleh kehadiran kita.
Ketiga, menemukan sosok panutan. Kebanyakan dari kita kemungkinan besar memiliki role model yang menginspirasi. Itulah orang-orang yang ingin kita ikuti jejaknya.
Bukan berarti meniru mentah-mentah dengan rekam jejak kariernya, akan tetapi setidaknya mengikuti pola yang telah terbukti membawa mereka pada titik keberhasilan. Dewasa ini kita begitu mudah menghubungi cofounder perusahaan rintisan, c-level, self-employee, pebisnis maupun profesional berprestasi melalui LinkedIn.
Tak ada salahnya kita menghubungi orang-orang yang kita anggap panutan kita di platform tersebut untuk bertukar pikiran, berkolaborasi atau menjadikan mereka mentor.
Keempat, menyadari potensi diri. Masing-masing dari diri kita memiliki kepribadian, minat, bakat, kekuatan dan perjalanan hidup yang unik. Oleh karena itu, kita perlu memahami "modal" tersebut agar apapun bidang yang ingin kita tekuni sesuai panggilan hidup.