Oleh: Alifia Putri Yudanti dan Ikko Anata
KOMPAS.com - Bagi sebagaian orang, keluarga dimaknai sebagai ‘rumah’ atau tempat kembali. Artinya, mereka beruntung memiliki keluarga yang harmonis.
Namun, ada beberapa juga yang menganggap keluarga sebagai ‘neraka’ karena tak memberikan kenyamanan bahkan memicu masalah mental.
Bahkan, Jelang Hardika, M.Psi, Psikolog Riliv, dalam siniar Anyaman Jiwa bertajuk “Toxic Family, Beneran Ada?” dengan tautan dik.si/AnyJiwToxicFamily mengatakan banyak kliennya yang mengalami masalah keluarga, mulai dari abusive secara mental dan fisik.
Menurut Oprah Daily, keluarga toxic bisa berpengaruh pada perkembangan anak-anak di dalamnya. Bahkan, yang paling berbahaya adalah orangtua dengan pola asuh seperti ini biasanya tak menyadari kalau perbuatannya itu salah. Mereka selalu merasa benar atas tindakannya.
Baca juga: Uninvolved Parenting, Ketika Orangtua Lalai Mengasuh Anak
Oleh karena adanya relasi kuasa ini, akhirnya anak pun tak mampu berkutik. Ada anak yang memilih untuk memendamnya hingga merasakan tekanan hebat, ada pula yang melampiaskannya hingga perilakunya tak terkontrol baik.
Itu sebabnya, sebagai orangtua dan anak, kita perlu menyadari sejak dini jika keluarga mulai menunjukkan tanda-tanda toxic. Lantas, apa sajakah tanda-tandanya?
Keluarga toxic salah satunya ditandai dengan membandingkan anak-anak mereka. Jika salah satu anaknya lebih berprestasi, mereka akan meninggikan salah satunya dan menjelek-jelekan yang lainnya.
Biasanya, hal ini mereka lakukan dengan harapan memberi motivasi agar lebih terpacu. Namun, tak semua anak bisa menerima ini. Jika anak yang dikucilkan tak diberikan fasilitas memadai dan dukungan mental, mereka bisa tertekan dan memunculkan masalah mental lainnya.
Saat bertengkar, keluarga toxic lebih senang menyalahkan pihak yang dianggap salah. Alih-alih mencari solusi bersama, mereka justru menyudutkan. Misalnya, saat orangtua mengetahui anak memecahkan piring atau gelas.
Orangtua toxic akan langsung menyalahkan anak dan mengomeli mereka habis-habisan. Sementara itu, orangtua yang membuka ruang diskusi akan memberikan nasihat agar sang anak tak melakukannya lagi.
Selain itu, mereka juga akan bertanya kepada anak langkah apa yang harus dilakukan jika sang anak telah memecahkan piring.
Ini adalah tanda yang paling memperlihatkan keluarga toxic. Saat menghadapi suatu masalah, keluarga toxic yang tak mampu mengontrol emosi akan meluapkannya secara berlebihan. Misalnya, orangtua yang memukul anak saat mereka berbuat kesalahan dan orangtua yang mengancam anak jika mereka tak mendapat nilai bagus.
Baca juga: 5 Kriteria Mencari Pasangan Ideal
Padahal, penggunaan ancaman atau kekerasan bisa berdampak pada psikologis anak. Mereka akan menjadi pribadi yang mudah tertekan jika tak berhasil memenuhi ekspektasi orangtua. Sebab, jika mereka gagal, akan ada hukuman menyakitkan yang menanti.
Mengutip Healthline, memiliki keluarga dengan standar yang tak realistis bisa menjadi tanda keluarga toxic. Misalnya, ada keluarga yang memiliki dua orang anak perempuan. Akan tetapi, beban pekerjaan lebih diberatkan pada salah satunya saja.
Sementara itu, anak lainnya tak harus melakukan tugas itu. Jika hal ini dibiarkan, tentu akan menumbuhkan kecemburuan dengan saudara lainnya. Ia pun jadi merasa tak dihargai bahkan dianggap sebagai anak di dalam keluarga.
Lantas, bagaimana jika kita sudah berada di dalam keluarga toxic? Dengarkan jawaban lengkapnya melalui siniar Anyaman Jiwa episode “Toxic Family, Beneran Ada?” dengan tautan dik.si/AnyJiwToxicFamily. Dengarkan pula playlist-nya di YouTube Medio by KG Media.
Di sana ada banyak informasi seputar kesehatan mental yang bisa menunjang kehidupan sosial, karier, hingga romansamu. Tunggu apalagi? Yuk, ikuti siniarnya sekarang juga!
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.