Setelah perjalanan kereta yang melelahkan, anak anjing tersebut tiba di kediaman Ueno di distrik Shibuya pada tanggal 15 Januari 1924, yang mana pada saat itu Hachiko awalnya dianggap sudah mati.
Menurut penulis biografi Hachiko, Prof. Mayumi Itoh, Ueno dan istrinya Yae merawatnya hingga sembuh selama enam bulan.
Ueno menamainya Hachi, atau delapan dalam bahasa Jepang. Ko adalah gelar kehormatan yang diberikan oleh murid-murid Ueno.
Baca juga: Alasan Ilmiah Anjing Setia kepada Pemiliknya
Dalam rutinitasnya, Ueno biasa naik kereta untuk bekerja beberapa kali seminggu.
Sepanjang perjalanannya menuju Stasiun, dia sering ditemani ketiga anjingnya, termasuk Hachiko.
Ketiganya kemudian akan menunggu di sana hingga Uneo pulang bekerja pada malam hari.
Setiap kali Uneo bekerja, Hachiko terus melakukan kegiatan yang sama dari pagi sampai malam.
Tepatnya pada 21 Mei 1925, Ueno, yang saat itu berusia 53 tahun, meninggal karena pendarahan otak. Sedangkan Hachiko baru bersamanya selama 16 bulan.
"Saat orang-orang sedang terjaga, Hachi mencium bau Ueno dari rumah dan masuk ke dalam ruang tamu. Dia merangkak di bawah peti mati dan menolak untuk bergerak," tulis Prof Itoh.
Hachiko menghabiskan beberapa bulan berikutnya dengan keluarga yang berbeda di luar Shibuya, tetapi akhirnya pada musim panas 1925, dia dirawat oleh tukang kebun Ueno, Kikusaburo Kobayashi.
Setelah kembali ke daerah tempat tinggal mendiang majikannya, Hachiko terus melanjutkan perjalanan hariannya ke stasiun tanpa menghiraukan kondisi cuaca entah itu hujan atau cerah.
"Pada malam hari, Hachi berdiri dengan empat kaki di gerbang tiket dan memandang setiap penumpang seolah-olah sedang mencari seseorang,” tulis Prof Itoh.
Karyawan stasiun awalnya melihatnya sebagai pengganggu.
Penjual Yakitori juga terbiasa menuangkan air padanya dan tak jarang anak laki-laki kecil menggertak atau memukulnya.