Seiring waktu, keberadaan Hachiko di depan gerbang tiket Stasiun Shibuya itu mencuri perhatian awak media dan dari situlah kisah Hachiko mulai terkenal.
Awal kisahnya mulai dikenal masyarakat Jepang itu dikarenakan ada pemberitaan di koran harian Jepang, Tokyo Asahi Shimbun menulis tentang kisah Hachiko pada Oktober 1932.
Stasiun kemudian memberikan sumbangan makanan untuk Hachiko setiap hari.
Hachiko mati pada 8 Maret 1935 dan langsung menjadi halaman depan banyak surat kabar di Jepang. Hachiko dikubur di Pemakaman Aoyama di dekat liang Ueno dan Yae.
Bahkan pada pemakamannya, biksu Budha berdoa untuknya dan para pejabat banyak yang memberikan pujian untuk Hachiko.
Sejak saat itu, ribuan orang mengunjungi patungnya pada hari-hari berikutnya.
Sebuah acara penggalangan dana pada tahun 1934 untuk membuat patung dirinya pun mencuri perhatian publik, sekitar 3.000 orang turut berdonasi.
Bahkan kondisi pasca Perang Dunia II yang membuat kondisi perekonomian Jepang runtuh, penggalangan dana untuk patung Hachiko berhasil mengumpulkan 800.000 yen atau Rp 83 juta.
Nominal itu terbilang sangat besar di masanya.
"Kalau dipikir-pikir, saya merasa bahwa dia tahu bahwa Dr Ueno tidak akan kembali, tetapi dia terus menunggu. Hachiko mengajari kami nilai menjaga kepercayaan pada seseorang," tulis Takeshi Okamoto dalam sebuah artikel surat kabar pada tahun 1982.
Peringatan untuk mengenang kisah Hachiko rupanya tidak hanya ada di Stasiun Shibuya.
Patung Hachiko juga ada di Odate, kampung halaman Ueno, kawasan Hisai, Universitas Tokyo dan Rhode Island, Amerika Serikat yang menjadi latar dari film Hachiko: A Dog's Story di tahun 2009.
Pada tanggal 8 April di setiap tahunnya, Stasiun Shibuya mengadakan peringatan untuk mengenang Hachiko.
Patungnya sering dihiasi dengan syal, topi Santa dan yang terbaru masker medis (karena situasi pandemi Covid-19).
Di Odate juga ada serangkaian acara untuk mengenang Hachiko, hingga yang terakhir digelar pada April lalu untuk mengenang ulang tahunnya yang ke-100.
Tali anjing yang melingkar di lehernya kini sudah dipajang di National Museum of Nature and Science di Tokyo.
Di sisi lain, Prof Yano mengatakan kesetiaan Hachiko akan terus diperingati dan dikenang banyak orang dalam jangka panjang.
Bahkan hingga usia Hachiko sudah menyentuh satu abad, kisahnya masih terngiang di masyarakat.
"Bahkan 100 tahun dari sekarang, cinta tanpa syarat dan kesetiaan ini tidak akan berubah. Kisah Hachiko akan hidup selamanya," tutup Prof. Yano.
Baca juga: Si Anjing Setia Hachiko Kini dalam Sekotak Cokelat Mewah...
Dalam segala situasi, KOMPAS.com berkomitmen memberikan fakta jernih dari lapangan. Kirimkan Apresiasi Spesial untuk mendukung Jurnalisme. Berikan apresiasi sekarang