Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Anak Gampang Memar dan Perdarahan, Waspadai Gejala Hemofilia

Kompas.com - 21/07/2023, 08:13 WIB
Lusia Kus Anna

Editor

KOMPAS.com - Hemofilia merupakan penyakit kelainan langka yang disebabkan kurangnya faktor pembekuan dalam darah. Akibatnya, darah penyandang hemofilia tidak dapat membeku sendiri dengan normal. Kondisi ini dapat menyebabkan kerusakan otot dan kecacatan.

"Jika mengalami perdarahan sangat susah berhenti, bahkan penyandang hemofilia berat juga bisa perdarahan spontan pada sendi, pencernaan, bahkan otak," kata dokter spesialis anak subspeliasi hematologi onkologi, Novie Amelia Chozie Sp.A(K), dalam acara diskusi di Jakarta (20/7/2023).

Hemofilia termasuk dalam penyakit genetik dan dialami oleh anak laki-laki.

Gejala utama lain dari penyakit ini adalah sering mengalami perdarahan sendi, muncul bengkak, memar, mimisan, dan nyeri setelah banyak bergerak. 

Dijelaskan oleh dokter Novie, jika peradarahan sendi tidak diobati bisa menyebabkan kerusakan sehingga alami kecacatan.

Baca juga: 3 Tanda-tanda Hemofilia pada Anak yang Sebabkan Pendarahan Berlebihan

Anisah (42), orangtua dari anak penyandang hemofilia mengatakan, Aryo, putranya, terdeteksi mengalami hemoflia di usia 9 bulan.

"Ketika itu Aryo demam sehingga dibawa ke rumah sakit untuk cek darah di jari. Tetapi setelah ambil darah, darahnya mengucur tidak berhenti-henti. Akhirnya dilakukan pemeriksaan lengkap dan terdiagnosis dia hemofilia," kata Anisah.

Ia mengatakan anaknya itu termasuk hemofilia berat sehingga sering perdarahan, bahkan saat tidak melakukan aktivitas fisik apa pun.

"Terkadang bangun tidur ada bengkak dan memar. Yang sulit adalah menjaganya agar tidak boleh banyak bergerak dan capek, tapi sebagai anak-anak Aryo sangat aktif," kata warga Depok itu.

Dokter Spesialis Anak, Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI) - DR. Dr. Novie Amelia Chozie, Sp.A(K), Ketua HMHI -Prof. Dr. Djajadiman Gatot, Sp.A(K), Ketua Simposium Nasional HMHI -Dr. Fitri Primacakti, Sp.A(K), Orangtua Pasien Penyandang Hemofilia - Anisah.KOMPAS.com/Lusia Kus Anna Dokter Spesialis Anak, Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia (HMHI) - DR. Dr. Novie Amelia Chozie, Sp.A(K), Ketua HMHI -Prof. Dr. Djajadiman Gatot, Sp.A(K), Ketua Simposium Nasional HMHI -Dr. Fitri Primacakti, Sp.A(K), Orangtua Pasien Penyandang Hemofilia - Anisah.

Biaya pengobatan mahal

Di Indonesia hingga tahun 2021 terdapat 2.425 penyandang hemofilia. Namun, menurut dokter Novie angka ini baru sekitar 10 persen dari estimasi jumlah kasus yang sebenarnya karena masih banyak yang belum didiagnosis.

Hemofilia merupakan penyakit genetik yang membutuhkan pengobatan seumur hidup. Penyakit ini juga termasuk dalam penyakit dengan biaya kesehatan yang sangat besar.

"Pengobatan utama hemofilia adalah pemberian faktor pembekuan darah, yaitu faktor 8 dan faktor 9 tergantung tipe hemofilianya, lewat suntikan. Pengobatan ini ditanggung oleh BPJS Kesehatan," papar dokter Novie.

Baca juga: Mengenal Hemofilia Penyakit Kelainan Darah karena Faktor Keturunan

Mayoritas penyandang hemofilia diberi pengobatan saat mengalami perdarahan (on demand). Kondisi ini sebenarnya berat bagi anak, karena setelah diberi obat pun butuh waktu lama sampai perdarahan bisa berhenti sehingga anak masih merasakan nyeri. Suntikan juga harus diberikan setiap 12 jam.

Seiring dengan kemajuan inovasi kedokteran, saat ini tersedia obat inovatif yang bersifat pencegahan yang disebut dengan terapi profilaksis.

Terapi profilaksis untuk mencegah perdarahan dapat dilakukan dengan memberikan faktor pembekuan, berupa faktor VIII dosis rendah atau bypassing agent untuk
pasien-pasien dengan antibodi faktor VIII, maupun non-factor replacement therapy, yaitu emicizumab.

Aryo merupakan salah satu penyandang hemofilia yang sekarang ini menjalani terapi profilaksis dengan emicizumab. Dituturkan oleh Anisah, anaknya itu hanya disuntik sebulan sekali dan sampai saat ini Aryo tidak pernah lagi mengalami perdarahan atau memar.

"Di usianya yang ke-15 tahun, Aryo sangat aktif dan hobi berolahraga. Saya berharap anak-anak lain penyandang hemofilia juga bisa seperti Aryo yang bisa hidup normal," kata Anisah.

Dokter Novia mengatakan, di Indonesia terapi inovatif belum bisa dijadikan standar karena butuh biaya besar, apalagi pengobatannya seumur hidup.

Baca juga: Kenali Apa itu Reye Syndrome, Penyakit Langka yang Fatal untuk Anak

"Saat ini kita sedang dalam masa transisi dari pengobatan on-demand ke pengobatan profilaxis. Namun baru sekitar 30 persen yang sudah mendapat terapi ini,"ujarnya.

Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran (PNPK) Tatalaksana Hemofilia saat ini sudah merekomendasikan terapi profilaksis untuk pasien hemofilia A. Banyak studi menunjukkan efektivitas terapi ini lebih efektif untuk menurunkan kejadian perdarahan, bahkan biaya yang dibutuhkan lebih sedikit dalam jangka panjang.

Sayangnya tidak semua pilihan terapi profilaksis yang tersedia dijamin oleh BPJS Kesehatan.

Ketua Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonesia, Prof.Dr.Djajadiman Gatot Sp.A(K) menjelaskan, di negara maju saat ini sudah dikembangkan terapi gen yang bertujuan memperbaiki gen pembekuan darah yang rusak.

"Jadi gen yang rusak itu diganti sehingga tidak ada lagi masalah pembekuan darah. Bahkan kalau terapi ini berhasil penyandangnya tidak lagi disebut hemofilia. Ini yang ideal, tetapi tentu harganya sangat mahal," kata Prof.Djaja dalam acara yang sama.

Baca juga: 6 Pola Makan yang Bisa Mempercepat Penyembuhan Luka dan Cegah Infeksi

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com